Luhut: Pertumbuhan Ekonomi RI Harus Berbasis EBT dan Keberlanjutan
- VIVA/Maha Liarosh (Bali)
VIVA Bisnis - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menegaskan perkembangan ekonomi digital di Indonesia harus mempertimbangkan aspek keberlanjutan dengan memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT).
Dorong Pertumbuhan Negara
Hal itu diutarakannya dalam acara Bloomberg CEO Forum, yang didukung oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dengan mengangkat tema 'Climate Change, Decarbonization, Sustainability, & Green Economy'.
"Indonesia ingin mendorong pertumbuhan negara dan kemakmuran rakyat, tanpa mempercepat perubahan iklim sekaligus mendorong industri bernilai tambah tinggi," kata Luhut dalam keterangannya, Sabtu, 12 November 2022.
Prioritaskan Industri Hijau
Dia menambahkan, Indonesia memprioritaskan industri hijau dan penggunaan energi terbarukan pada industri mineral yang berkelanjutan. Hal itu berkaitan dengan adanya pandemi COVID-19, yang telah membawa perubahan signifikan bagi masyarakat Indonesia maupun dunia.
Dari berbagai upaya peningkatan ekonomi digital, Luhut berharap di tahun 2030 sektor itu dapat meningkat mencapai Rp4.531 triliun, dari capaian sebesar Rp632 triliun di tahun 2020.
"Presiden Joko Widodo pun mendorong agar Indonesia mengakselerasi transformasi digital di bidang agrikultur dan ekonomi berbasis laut," ujarnya.
Diketahui, dalam acara yang sama, Menko Luhut juga menyinggung tentang potensi energi baru terbarukan (EBT). Dari total potensi EBT 417,8 Gigawatt (GW), baru 10,4 GW yang bisa dimanfaatkan.
Menindaklanjuti komitmen untuk mencapai net-zero emissions di tahun 2060, pemerintah pun mendorong penggunaan sumber daya air, angin, bioenergi, geothermal, dan sumber energi hijau lainnya, untuk diolah sebagai energi. Keamanan energi menjadi salah satu poin penting untuk meningkatkan perekonomian Indonesia.
Selain itu, Indonesia secara aktif mendorong pembiayaan berkelanjutan. Sejak 2018, Indonesia telah berhasil memasuki pasar dan menerbitkan Green Bond dan Green Sukuk global, dengan total nilai US$5 miliar.