Kegalauan dari Permintaan Bahan Bakar China Buat Harga Minyak Amblas
- Dok. Pertamina
VIVA Bisnis – Harga minyak dunia kembali turun sebesar 2 persen pada penutupan perdagangan Selasa waktu AS (Rabu pagi RI). Hal itu terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang permintaan bahan bakar China karena wabah COVID-19 yang memburuk, sementara negara itu adalah importir minyak mentah utama, ditambah kegelisahan tentang hasil pemilihan paruh waktu AS.
Dilansir dari CNBC pada Rabu 9 November 2022, harga minyak berjangka Brent untuk pengiriman Januari tercatat turun US$2,34 menjadi sebesar US$95,59 per barel. Sedangkan, untuk harga minyak mentah AS (WTI) turun US$2,64 atau 2,9 persen, menjadi US$89,15 per barel.
"Pasar memasuki hari ini dengan tingkat skeptisisme tertentu seputar pemilihan, Ini menunggu untuk melihat apa hasilnya adalah jenis situasi di sini," kata Direktur Energi Berjangka di Mizuho New York, Bob Yawger.
Baca juga: Momen Trisha Jenguk Putri Candrawathi, Polisi Aniaya Perawat hingga Idham Azis Disebut
Sebelumnya, pada Senin, kedua tolok ukur mencapai level tertinggi sejak Agustus di tengah laporan bahwa para pemimpin di China sedang mempertimbangkan untuk keluar dari pembatasan ketat COVID-19 di negara itu. Tetapi kasus-kasus baru telah melonjak di Guangzhou dan kota-kota China lainnya, meredupkan prospek pembatasan yang lebih sedikit.
"Meningkatnya kasus COVID di China ada di radar sebagian besar pedagang pagi ini, karena berita penguncian berlanjut," kata Wakil Presiden Senior Perdagangan di BOK Financial, Dennis Kissler.
Selain itu, kegalauan harga minyak juga terlihat dari pasokan bensin dan solar yang tetap rendah, sehingga membatasi pelemahan harga minyak mentah. Terlebih, sebagian besar Amerika Serikat bersiap menghadapi cuaca dingin.
Kemudian, pelaku pasar juga khawatir terhadap inflasi yang tinggi dan kenaikan suku bunga yang dapat memicu resesi global, juga akan mengganggu data harga konsumen AS.
Tak sampai di situ, Departemen Energi AS (EIA) pada Selasa juga memangkas prospek permintaan energi AS untuk 2023 dan mengatakan perkiraan produksi AS untuk tahun depan akan menjadi 21 persen lebih rendah dari yang diperkirakan sebelumnya.
Produsen minyak Diamondback Energy juga memperingatkan bahwa industri serpih AS akan terus berjuang untuk memperluas produksi pada kecepatan saat ini, dengan biaya sumur serpih baru kemungkinan meningkat.