Bos Telkom Sebut Cari Programer di Indonesia Masih Susah
- U-Report
VIVA Bisnis – Direktur Digital PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk atau Telkom, M Fajrin Rasyid mengatakan, Indonesia masih perlu upaya lebih dalam mengembangkan talenta-talenta di bidang digital teknologi.
Sebab, perusahaan-perusahaan rintisan atau startup di Tanah Air saat ini memang masih menghadapi sejumlah tantangan, terutama rendahnya sumber daya manusia (SDM) di bidang tersebut seperti misalnya pada posisi programer.
Hal itulah yang menurutnya menjadi salah satu penyebab maraknya tenaga kerja asing, yang berasal dari sejumlah negara lain untuk memenuhi kebutuhan SDM pada sektor digital di Indonesia saat ini.
"Sehingga perusahaan-perusahaan masih harus meng-hire programer dari sejumlah negara seperti India, Vietnam, atau dari Australia, karena memang mencari orangnya itu masih susah," kata Fajrin di Kementerian BUMN, Selasa 8 November 2022.
Padahal, lanjut Fajrin, saat ini iklim perekonomian digital di Tanah Air memiliki potensi yang kuat untuk terus berkembang. Bahkan, data Temasek dan Google menyebut bahwa ekonomi digital Indonesia berpotensi tumbuh dari sekitar Rp 600 triliun menjadi Rp 4.500 triliun pada 2030 mendatang.
"Ini adalah potensi yang sangat luar biasa, terutama jika kita bisa memanfaatkan potensi tersebut," ujar Fajrin.
Dia menambahkan, rendahnya SDM bidang digital di Tanah Air itu, antara lain dapat dilihat dari masih rendahnya belanja information and communication technology (ICT) per GDP. Di mana, pada tahun 2020 belanja ICT Indonesia dibanding GDP tercatat masih hanya di kisaran 1,1 persen.
Hal itulah yang ditegaskan oleh Fajrin, sebagai salah satu tantangan yang harus dihadapi dan perlu didorong bersama oleh para stakeholder bidang digital di Indonesia. Sebab, belanja sektor ICT Indonesia sebesar 1,1 persen per GDP itu nyatanya memang masih lebih rendah di bawah Singapura yang sebesar 6,7 persen, Amerika Serikat 5,6 persen, Malaysia 3 persen, Korea Selatan 2,8 persen, India 1,9 persen, Thailand 1,8 persen, dan China 1,5 persen.
"Jadi kalau dilihat dari belanja di bidang ICT, maka spending per GDP Indonesia persentasenya relatif rendah dan masih di bawah negara-negara tersebut," ujarnya.