JK: Tidak Usah Pesimis soal Resesi Dunia, Indonesia Tidak Terpengaruh
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA Bisnis – Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla mengungkapkan, krisis dunia tidaklah berpengaruh banyak kepada Indonesia dan negara-negara di ASEAN. Ia memaparkan, kondisi energi dan pangan Indonesia justru saat ini cukup baik.
JK melanjutkan, listrik PLN sedang mengalami surplus dan komoditas batu bara juga sedang naik tinggi harganya. Tak hanya itu, Indonesia juga baru saja mendapatkan penghargaan untuk swasembada pangan beras.
"Itu artinya Indonesia tidak terpengaruh oleh resesi dunia yang sedang melanda negara-negara Eropa. Jadi dalam situasi ini hendaknya kita tidak usah pesimis," kata JK dikutip dalam paparannya di Diskusi Panel “Global Economy: Reflections and Challenges for Indonesia Post G20 Presidency”, Kamis 3 November 2022.
Ia berpesan, jangan menganggap seolah-olah krisis ini adalah krisis yang menjadi masalah besar bagi Indonesia.
"Pengalaman lalu pada 2008 krisis subprime mortgage yang menyebabkan perekonomian USA jatuh, Indonesia masih bisa selamat dan perekonomian masih bisa tumbuh 4,5 persen. Memang saat itu turun dari 6 persen tetapi dalam waktu satu tahun mampu bangkit lagi ke 6 persen," kata JK.
Serukan Indonesia Tetap Optimis
Untuk itu, JK meminta warga negara Indonesia harus tetap optimis memandang masa depan. Tidak selalu krisis ekonomi dunia bersambung ke belahan negara lainnya.
"Jadi, mari kita selalu optimis, karena krisis ekonomi dunia tidak berarti tersambung ke negara dan belahan lain dunia. Tidak seperti itu," katanya.
JK melanjutkan, di wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia, dampak konflik antar negara saat ini tidaklah seburuk di belahan dunia yang lain.
"Ramalan World Bank bahkan mengatakan perekonomian Vietnam bisa tumbuh 7,5 persen, Filipina 7 persen, Malaysia 6,4 persen dan Indonesia 5 persen. Jadi sebenanya di ASEAN Indonesia nomor 4. Itu artinya, Indonesia mempunyai peluang untuk menyusul kinerja perekonomian negara tetangga di ASEAN," katanya.
Saat dunia krisis pangan dan energi, JK mengatakan, Indonesia terbukti bisa mengisi kebutuhan dunia akan minyak sawit dan batu bara dengan harga yang naik tinggi.
"Hal itu tentunya akan menghasilkan keuntungan yang sangat tinggi bagi pengusaha dan bagi negara mendapatkan keuntungan pajak ekspor hampir Rp 400 triliun yang dapat membantu mengurangi defisit perekonomian. Diharapkan neraca perdagangan Indonesia juga akan membaik, surplus," katanya.