Right Issue BTN Direstui Pemegang Saham, Targetkan Dana Rp 4,13 Triliun
- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVA Bisnis – PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) mendapatkan persetujuan dari para pemegang saham terkait right issue atau hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD), sebanyak-banyaknya 4,6 miliar saham pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).
Untuk 4,6 miliar saham merupakan seri B dengan nominal Rp 500 per saham. Adapun harga pelaksanaan (exercise price) dan rasio rights akan disampaikan di dalam prospektus final, setelah mendapatkan pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Dalam RUPSLB tadi 81 persen dari pemegang saham yang sah telah hadir, dan dari jumlah tersebut mayoritas kurang lebih 90 persen menyetujui usulan mata acara yang kita usulkan kepada pemegang saham. Yaitu persetujuan untuk right issue dengan metode HMETD," kata Direktur Utama Bank BTN Haru Koesmahargyo dalam konferensi pers RUPSLB, Selasa 18 Oktober 2022.
Baca juga: Ubah Limbah Sawit Jadi EBT, PGN Sampaikan Terbuka Bermitra di SOE International Conference
Haru mengatakan, dalam RUPSLB itu juga disetujui perubahan anggaran dasar terkait dengan perubahan modal dan peningkatan modal. Serta menyetujui pemberian kewenangan kepada dewan komisaris untuk melaksanakan segala tindakan yang diperlukan berkaitan dengan HMETD.
"Dan menyetujui pemberian kuasa dan wewenang kepada direksi perseroan dengan hak substitusi untuk melaksanakan segala tindakan yang diperlukan untuk HMETD," ujarnya.
Haru melanjutkan, dari penerbitan saham baru tersebut BBTN menargetkan dana senilai Rp 4,13 triliun dengan rincian sebanyak Rp 2,48 triliun merupakan penyertaan modal negara (PMN) dan sisanya sekitar Rp 1,65 triliun dari pemegang saham publik.
Dia memastikan, pasca rights issue persentase saham pemerintah tidak mengalami perubahan dan tetap menjadi pemegang saham pengendali.
“Seluruh dana yang diperoleh dari hasil rights issue ini setelah dikurangi biaya-biaya akan digunakan untuk penyaluran kredit Perseroan dalam rangka mendukung Program Perumahan Nasional, khususnya Program Pemerintah Sejuta Rumah,” ucapnya.
Haru menyebutkan, terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi rights issue yang dilakukan perseroan. Pertama, kebutuhan perumahan Nasional masih sangat tinggi. Karena berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, backlog kepemilikan rumah pada 2021 adalah sebesar 12,7 juta rumah tangga.
“Perseroan memiliki peran strategis dalam mempercepat penyelesaian backlog kepemilikan rumah melalui pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR), khususnya kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR),” katanya.
Kedua, dalam rangka mempercepat penyelesaian backlog perumahan tersebut, perseroan menargetkan pembiayaan perumahan sebanyak 1,32 juta unit sampai dengan 2025.
Ketiga, perseroan terus mengembangkan bisnis dalam ekosistem perumahan, salah satunya melalui ekspansi bisnis di sepanjang rantai pasok perumahan dan mengembangkan ekosistem perumahan digital sebagai sumber pertumbuhan baru ke depannya.