Sri Mulyani: Pengetatan Moneter Seluruh Dunia Ancam Kemiskinan dan Kehidupan Masyarakat
- VIVA/Anisa Aulia
VIVA Bisnis – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dari berbagai langkah untuk menjaga pertumbuhan ekonomi salah satunya melakukan pengetatan moneter telah mengancam kemiskinan dan standar hidup masyarakat.
Sri Mulyani menuturkan dari kebijakan moneter di seluruh dunia dalam menekan inflasi, yaitu menaikkan suku bunga acuan telah menyulitkan perekonomian. Dalam hal ini yaitu, tekanan utang yang tidak hanya dirasakan negara berpenghasilan menengah, tetapi juga negara maju.
"Mengingat tindakan luar biasa yang kita ambil untuk berbagi ekonomi. Kita semua telah memperburuk inflasi global dan sosial, semua risiko ini telah memperburuk inflasi global dan juga mengancam stabilitas sosial. Karena rumah tangga miskin dan rentan khususnya, mengalami penurunan standar hidup," kata Sri Mulyani dalam pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) ke-4, Kamis 13 Oktober 2022.
Baca juga: Harga Emas Hari Ini 13 Oktober 2022: Global Stabil, Antam Naik
Bendahara negara ini memandang bahwa dari pengetatan kebijakan moneter global yang sangat cepat tersebut, telah menciptakan ancaman bagi pemulihan ekonomi.
"Kita dapat memperkirakan bahwa situasi global tetap sulit pada tahun 2022 dan mungkin dapat meluas hingga tahun 2023," ujarnya.
Sebelumnya, World Bank (Bank Dunia) melalui laporannya menetapkan garis kemiskinan ekstrem menjadi US$2,15 per kapita per hari atau Rp 32.812 per kapita per hari (asumsi kurs Rp 15.261 per dolar AS). Di mana sebelumnya, garis kemiskinan ekstrem ada di level US$1,90 per kapita per hari.
Adanya ketentuan baru Bank Dunia mengenai hitungan paritas daya beli (PPP) atau kemampuan belanja mulai musim gugur 2022 (22 atau 23 September sampai 21 atau 22 Desember). Paritas daya beli menyetarakan harga sekeranjang/sekelompok barang yang identik di berbagai lokasi berbeda. Dengan konsep PPP, Bank Dunia bisa menyesuaikan angka Pendapatan Domestik Bruto (PDB) yang berbeda di masing-masing negara.
Bank Dunia juga menaikkan ketentuan batas untuk kelas penghasilan menengah ke bawah (lower middle income class). Batas kelas penghasilan menengah ke bawah dinaikkan dari US$3,20 menjadi US$3,65 per orang per hari. Sementara itu, batas penghasilan kelas menengah ke atas (upper-middle income class) dinaikkan dari US$5,50 menjadi US$ 6,85 per orang per hari.
Konsekuensinya dengan perhitungan baru ini, sebanyak 33 juta orang kelas menengah bawah di Asia turun kelas menjadi miskin. Indonesia dan China menjadi negara dengan penurunan kelas menengah terbanyak. Tercatat ada 13 juta kelas menengah ke bawah di Indonesia turun level menjadi miskin. Sementara, di China sebanyak 18 juta orang kelas menengah bawah turun kelas menjadi miskin.
Adapun orang kelas menengah atas di Indonesia yang turun kelas mencapai 27 juta orang. Sedangkan, orang kelas menengah atas yang turun kelas mencapai 115 juta orang di China. Secara keseluruhan, ada 174 juta orang kelas menengah atas di Asia turun kelas.