Sri Mulyani Sebut Dunia Dalam Keadaan Bahaya

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membuka 4th FMCBG G20 di Washington DC, AS.
Sumber :
  • VIVA/Anisa Aulia/tangkapan layar.

VIVA Bisnis – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, dunia saat ini sedang ada dalam kondisi yang bahaya. Sebab kondisi perekonomian global sedang dalam keadaan yang menantang.

Debat Ketiga Pilgub Jateng, Andika Perkasa Targetkan Pertumbunan Ekonomi 6,5 Persen

Hal itu disampaikan Sri Mulyani dalam sambutan dalam pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) ke-4 di Washington DC, Amerika Serikat (AS).

"Kita bertemu lagi saat situasi ekonomi global semakin menantang. Dan saya tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa dunia dalam keadaan bahaya," ujar Sri Mulyani yang disiarkan di Youtube Kementerian Keuangan, Kamis 13 Oktober 2022.

Gubernur BI Prediksi Ekonomi Dunia Bakal Melambat dan Inflasi Tinggi Dipicu Kebijakan Tarif AS

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di acara 3rd FMCBG G20 di Nusa Dua, Badung, Bali, Jumat, 15 Juli 2022.

Photo :
  • Pool/BI

Ani begitu sapaan akrabnya menjelaskan, saat ini dunia sedang menghadapi risiko yang semakin meningkat. Hal itu diantaranya, inflasi yang tinggi, krisis energi dan pangan, perubahan iklim, serta konflik geopolitik.

Perang Memasuki 1.000 Hari: Ukraina Tembakkan Rudal AS, Rusia Ancam Siap Pakai Nuklir

"Perang di Ukraina terus memperburuk keamanan pangan global dan krisis gizi,dengan harga energi yang tinggi dan bergejolak, harga makanan dan pupuk yang tinggi dan tidak stabil. Kebijakan perdagangan yang membatasi dan gangguan rantai pasokan," jelasnya.

Menurutnya, pandemi dan perang di Ukraina telah mempengaruhi harga energi maupun pangan di sebagian besar negara di dunia. Di mana, untuk negara berkembang utamanya yang bergantung pada impor energi menghadapi beban yang berat.

Dengan demikian jelasnya, hal tersebut telah membuat banyak negara melakukan pengetatan kebijakan moneter yang kuat. Pengetatan moneter itu dilakukan dengan menaikkan suku bunga acuan secara signifikan.

"Meningkatkan inflasi, naiknya suku bunga global dan mengetatkan likuiditas meningkatkan risiko kesulitan, tekanan utang. Tidak hanya di negara-negara berpenghasilan rendah tetapi juga negara-negara berpenghasilan menengah dan bahkan maju," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya