Menerawang Rencana BSI Caplok BTN Syariah
- Istimewa
VIVA Bisnis – Otoritas Jasa Keuangan mendorong Unit Usaha Syariah di perbankan melakukan spin off dan bersinergi untuk menggenjot pengembangan ekosistem keuangan syariah ke depannya. Salah satu yang jadi sorotan saat ini adalah Rencana akuisisi UUS PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN Syariah) oleh PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI).
Analis MNC Sekuritas Tirta Gilang Citradi rencana Akuisisi itu sulit terwujud dalam waktu dekat. Menurutnya, sedikitnya ada tiga faktor mengapa rencana itu masih sulit diwujudkan.
Dia menjabarkan, faktor pertama yang membuat BSI sulit mengakusisi BTN Syariah yakni BSI masih dalam tahap konsolidasi internal. Paska merger raksasa antara BSM, BNI Syariah dan BRI Syariah.
Menurut Tirta, tantangan terberat BSI setelah merger adalah menyatukan tiga bank menjadi satu kekuatan, di mana culture, way of working dan mindset karyawan sudah pasti banyak perbedaan.
“Ambisi boleh saja setinggi langit, tapi internalisasi tidak segampang yang dibayangkan dan itu dapat memengaruhi kinerja perseroan,” kata Tirta di Jakarta, Rabu, 28 September 2022.
Kemudian faktor kedua, BSI memiliki pekerjaan rumah yang tidak mudah dan mesti direalisasikan segera. Yaitu, menambah jumlah saham publik (free float) dan meningkatkan permodalan melalui penerbitan saham baru atau rights issue.
Sebab, setelah merger tiga bank syariah, porsi kepemilikan saham publik BSI terdilusi hingga tersisa 7 persen. Sedangkan ketentuan Bursa Efek Indonesia mensyaratkan free float minimal sebesar 7,5 persen.
PT Bank Mandiri Tbk tercatat sebagai pemegang saham pengendali dengan porsi kepemilikan 50,83 persen, sementara BNI dan BRI berbagi kepemilikan dengan porsi masing masing 24,85 persen dan 17,25 persen.
“Untuk menambah free float, BSI katanya akan rights issue akhir tahun ini atau awal tahun depan. Tapi, sejauh ini, BMRI sebagai pengendali BSI belum memberikan penjelasan yang clear terkait hal ini,” terang Tirta.
Lebih lanjut menurutnya, daripada memikirkan akuisisi bank lain, sebaiknya BSI fokus pada agenda free float melalui skema rights issue. Setelah mengantongi tambahan modal, rasio kecukupan modal (CAR) BSI baru akan terlihat lebih meyakinkan untuk tumbuh secara anorganik atau menampung UUS milik Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang kesulitan memenuhi ketentuan permodalan.
Sebagai informasi, Per akhir Juni 2022, rasio kecukupan modal BSI berada di level 17 persen, atau di bawah rata rata CAR industri perbankan sebesar 24,28 persen. Sedangkan non performing financing (NPF) sebesar 2,9 persen.
Ketiga, BTN sedang melaksanakan rights issue dan karena itu membutuhkan dukungan luar biasa dari investor publik. Mengacu ke prospektus awal, BTN menargetkan dana sekitar Rp4,13 triliun dengan rincian Rp2,48 triliun berupa penyertaan modal negara (PMN), mewakili kepemilikan 60 persen saham pemerintah, sedangkan Rp1,65 triliun sisanya diharapkan dari investor publik selaku pemilik 40 persen saham.
Karena itu Tirta berpendapat, sebaiknya BSI menyelesaikan dulu pekerjaan rumahnya sendiri dan BTN fokus menuntaskan agenda rights issue. Baru rencana akuisisi tersebut bisa kembali dfokuskan.
“Setelah kedua agendanya rampung, silahkan ngobrol lagi soal akuisisi. Ini penting demi menjaga kepercayaan investor publik, baik terhadap BSI (BRIS) maupun BBTN," tegasnya.