Pakar Nilai Saat Ini Jadi Momentum Rombak Struktur Subsidi BBM

Mobil mewah mengisi BBM Subsidi di salah satu SPBU. (ilustrasi)
Sumber :
  • istimewa

VIVA Bisnis – Keputusan pemerintah menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bisa menjadi momentum untuk memperbaiki struktur pemberian subsidi. Hal itu diungkapkan Pakar Ekonomi dari Universitas Airlangga Surabaya Wisnu Wibowo.

Ini Solusi yang Ditawarkan 3 Cawagub untuk Atasi Banjir di Jakarta

Dia menjelaskan, sekarang memang ada penurunan harga minyak dunia yang kini di posisi sekitar 85 dolar AS per barel. 

"Tapi jangan lupa asumsi APBN kita untuk BBM hanya 63 dolar per barel. Ini yang membuat sistem fiskal kita jebol. Jadi penyesuaian harga ini adalah alternatif yang bisa ditempuh pemerintah untuk menyelamatkan APBN kita," kata Wisnu Wibowo seperti dikutip dari Antara, Jumat, 9 September 2022.

6 Desa Terdampak Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki Akan Direlokasi, Ini Alasannya

SPBU kehabisan stok Bahan Bakar Minyak (BBM) solar bersubsidi Bio Solar

Photo :
  • ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra

Sejak awal tahun, lanjut harga minyak mentah dunia terus merangkak naik. Bahkan pada Maret sempat tembus lebih dari 100 dolar per barel. Pada bulan Maret, pemerintah sebenarnya sudah hendak menaikkan harga BBM karena besarnya disparitas antara asumsi harga BBM di APBN dengan harga minyak dunia. 

Polri Lakukan Kegiatan Pemulihan Trauma ke Anak-anak Korban Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki

Namun saat itu pemerintah menilai waktunya belum tepat karena mendekati puasa dan Hari Raya Idul Fitri sehingga dikhawatirkan akan semakin menambah beban masyarakat.

Sementara saat ini, kata dia, dirasa tepat karena imbas inflasi dari puasa dan Lebaran sudah terkendali juga masih ada waktu dari momen hari besar lainnya yaitu Natal dan tahun baru.

Kuota Jebol Gara-gara Mobil 2.000 CC ke Atas Masih Banyak Konsumsi BBM Pertalite

Penyesuaian harga yang dilakukan sekarang ini, menurut dia, juga sebagai momen memperbaiki alokasi dan struktur pemberian subsidi kepada masyarakat.

"Selama ini, masih banyak masyarakat di luar kelompok tersasar yang ikut menikmati subsidi BBM," katanya.

Dia mencontohkan banyak kendaraan di atas 2.000 CC yang mengonsumsi BBM subsidi jenis Pertalite sehingga kuota jebol karena konsumsinya berlebihan. Selain itu dengan berkurangnya disparitas harga antara Pertalite dan Pertamax diharapkan bisa membuat kelompok masyarakat yang lebih mampu untuk beralih menggunakan BBM yang tidak bersubsidi namun lebih ramah lingkungan.

Ia memaparkan, dimulainya uji coba pendaftaran kendaraan melalui laman Pertamina menjadi peluang bagi pemerintah membangun data base terkait siapa yang layak menerima subsidi.

"Kita kan sudah terbiasa menggunakan pedulilindungi. Nah ini nanti kurang lebih sama. Ketika database siapa yang layak menerima subsidi sudah terbangun dengan pendekatan digitalisasi data, pemerintah akan semakin berani memberikan subsidi karena potensi kebocoran lebih bisa dikendalikan," kata dia.

Sementara itu, Ketua Pusat Kajian Kebijakan Publik – Bisnis dan Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS), Arman Hakim Nasution mengatakan, harga BBM di Indonesia masih lebih murah dibandingkan negara-negara Asia lainnya. Untuk BBM setara RON 92, Pertamax yang di Indonesia dijual ke konsumen dengan harga RP 14.500, di Vietnam sudah Rp 14.944. kemudian Filipina Rp 17.988, Thailand Rp 18.703 dan tertinggi ada di Singapura yaitu sampai Rp 30.206.

Dengan harga yang lebih rendah dibandingkan negara-negara tetangga, Arman justru menyoroti pentingnya pengawasan agar tidak terjadi penyelundupan. (Ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya