PR Pemerintah Atasi Dampak BBM: Inflasi Naik, Kesejahteraan Tidak
- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
VIVA Bisnis – Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Ajib Hamdani menilai ada dua dampak yang perlu dimitigasi oleh Pemerintah terhadap kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Dampak pertama adalah tertekannya daya beli dan tingkat konsumsi masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi yang berada dalam tren positif saat ini secara signifikan ditopang oleh konsumsi masyarakat.
"Kuartal II-2022 ini pertumbuhan ekonomi mencapai 5,44 persen, dan diproyeksikan oleh pemerintah bisa konsisten di atas 5 persen secara agregat di akhir 2022. Untuk mencapai proyeksi ini, daya beli dan konsumsi masyarakat harus terjaga dengan baik," kata Ajib saat dihubungi VIVA, Selasa 6 September 2022.
Inflasi Kian Mengkhawatirkan, Kesejahteraan Tidak Naik
Ajib mengatakan, efek kedua adalah potensi dari tingkat inflasi. Karena pada kuartal II-2022 data inflasi cukup mengkhawatirkan, sebab menyentuh angka 4,94 persen.
"Inflasi ini, secara langsung akan menjadi pengurang tingkat kesejahteraan masyarakat. Sebuah capaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi, akan menjadi tidak bermakna ketika inflasi juga tidak terkontrol. Karena secara substantif, tingkat kesejahteraan masyarakat tidak naik," ujarnya.
Dia menjelaskan, dalam konteks ekonomi setiap kenaikan Harga Pokok Produksi (HPP) akan berakibat secara langsung terhadap harga akhir barang atau jasa. Sehingga harga di tingkat konsumen akhir atau masyarakat akan mengalami kenaikan.
Sedangkan dalam konteks psikologi pasar, terangnya, masyarakat yang terbebani konsumsinya karena kenaikan harga-harga juga akan menaikkan harga produksi. Walaupun tidak ada efek secara langsung atas kenaikan HPP.
Seperti diketahui, saat ini harga BBM jenis Pertalite naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000. Solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800, dan Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter.