Menerawang Efektivitas MyPertamina Bikin Subsidi BBM Tepat Sasaran

Aplikasi MyPertamina.
Sumber :
  • Instagram @mypertamina

VIVA Bisnis – Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Saleh Abdurrahman berpandangan Pemerintah memilih untuk mempersempit konsumen BBM bersubsidi dengan pembatasan. Alih-alih mengganti dengan sistem tertutup atau subsidi langsung ke konsumen. 

Pertamina Prediksi Konsumsi BBM saat Nataru di Aceh Meningkat

Caranya dengan melakukan pendataan yang saat ini tengah dilakukan melalui MyPertamina. BPH Migas menilai membatasi konsumen dengan cara tersebut bisa membuat penyaluran BBM subsidi tepat sasaran.

"Ini memang yang jadi bahan pemikiran kita juga di Kementerian ESDM, di BPH, di Kemenkeu, bagaimana cara kita agar subsidi ini tepat sasaran kita coba persempit konsumennya," kata Saleh dalam diskusi daring bertajuk 'Subsidi Energi BBM untuk Siapa?: Review Nota Keuangan 2023 & Catatan Kritis' dikutip Kamis, 1 September 2022.

Pemerintah Siapkan Anggaran Subsidi Rp11,4 Triliun untuk Sektor Otomotif di 2025

Saleh menjelaskan, dengan pendataan ini penyaluran BBM subsidi bisa tepat sasaran. Meski, implementasinya ke depan masih menunggu aturan yang jelas. Namun, sistem MyPertamina sudah paling siap. Artinya, telah memiliki kemampuan sebagai platform penopang pembatasan penyaluran BBM Subsidi.

Uji coba pembelian pertalite dan solar daftar lewat MyPertamina di Sumbar

Photo :
  • VIVA/Andri Mardiansyah
Pemerintah Bakal Kehilangan Rp 40 Triliun Gegara Beri Insentif Redam Dampak PPN Naik Jadi 12 Persen

"Saya pikir MyPertamina lebih siap dan komprehensif dan bisa meminimalisir ketidaktepatan subsidi yang diberikan kepada masyarakat kita," terangnya.

Meski demikian, pihaknya mengakui sistem pendaftaran MyPertamina masih belum maksimal, baru sekitar 1 juta orang yang mendaftar. Satu hal yang menurutnya bisa mendorong jumlah ini adalah terbitnya revisi Peraturan Presiden Nomor Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM.

"Saya kira memang misalnya Perpres keluar, di situ clear apa yang di situ nanti promosi atau pendaftaran tentu akan dilakukan lebih masif," ujarnya.

Sementara itu, Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Hery Susanto berpendapat kalau MyPertamina sebagai satu terobosan dalam digitalisasi. Tetapi, pelaksanaan di lapangan masih belum tepat sasaran. Berdasarkan proses asesmen yang dilakukan oleh ORI, pelaksanaan MyPertamina ini masih terbatas di sebagian kecil SPBU di daerah-daerah besar.

"Dalam catatan kami sebarannya sudah di 10 provinsi, dan belum semua kabupaten kota, dan jauh dari basis perekonomian rakyat di level bawah," ungkapnya. 

"Paling banyak ditemukan pendaftaran MyPertamina itu sopir, ojek dan lain-lain, nelayan kecil sekali, petani gimana akses mereka supaya bisa masuk MyPertamina, ini belum terserap dalam aplikasi tersebut," tambahnya

Dia menjabarkan, temuan ORI menunjukkan adanya keterbatasan pengetahuan dari kelompok kecil tersebut untuk mendaftar melalui MyPertamina. Ini jadi satu alasan kalau sosialisasi harus dilakukan lebih masif lagi.

"Artinya di sini aplikasi harus melindungi (sesuai dengan) persyaratan dalam Undang Undang Pelayanan Publik, pelayanan informasi, dan konsultasi ini belum masif dilakukan," terangnya.

Sementara itu, peneliti senior Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng mengatakan, sebetulnya ada 3 pijakan dasar untuk  pengaturan masalah subsidi energi BBM secara keseluruhan. Pertama, UU APBN yang saat ini sedang dibahas Pemerintah dan DPR melalui RAPBN 2023.

Nozzle BBM Pertalite dan Pertamax di SPBU Abdul Muis.

Photo :
  • ANTARA PHOTO/M Agung Rajasa/ss/aww.

“Tapi indikator harus jelas, di UU APBN samar yakni ada subsidi dan kompensasi. Ini yang menyamarkan. Kompensasi terjadi perdebatan antara Kementerian Keuangan dan operator yakni Pertamina,” kata Daeng.

Kedua, Peraturan Presiden No. 191 tahun 2014. Menurutnya, Perpres itu harus detail tidak boleh mengambang baik indikator dan siapa yang berhak menerima subsidi. 

Daeng menegaskan, jika melihat Perpres ini sulit sekali menerjemahkan dan mengawasi kendaraan yang lalu lalang, maka itu Perpres itu harus lebih detail.

“Dan dalam Perpes ada sanksi yang tegas, tidak hanya pada masyarakat, termasuk lembaga yang melakukan pengawasan. Jangan masyarakat yang melanggar saja yang kena sanksi. Perlu dibuat aturan yang tegas dan rigit,” kata dia.

Ketiga adalah institusi pengawasnya. Kata Daeng, lembaga pengawas oleh BPH Migas yang mengawasi itu. Klausulnya bahwa BPH Migas harus directly dengan Perpres tadi. Hak dan otoritasnya harus kuat.

“Infrastruktur BPH Migas harus diatur sampai ke bawah infrastrukturnya. Berita media bisa tapi sejauh mana media punya kemampuan untuk menjangkau pelanggaran level bawah. Negara melalu BPH Migas yang bisa,” terangnya.

Kemudian, pengaturan masalah teknis sekali mengenai operatornya. Pertamina punya pembatasan. MyPertamina hanya tools untuk mendata. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa bila terjadi pelanggaran. Kalau bisa presiden membuat satgasus untuk mengawasi ini.

“MyPertamina punya data 1 juta, tetapi masih jauh sekali. Kalau targetnya 100 juta ya harus 100 juta yang masuk,” ungkapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya