Mengenal Fenomena Bubble Burst dan Dampaknya ke Startup Indonesia
- Business 2 Community
VIVA Bisnis – Fenomena bubble burst ditegaskan bukanlah ancaman yang menakutkan bagi perusahaan rintisan (startup) di Indonesia. Sebab ditegaskan, fundamental perusahaan rintisan di Indonesia masih memiliki kinerja yang positif.
Selain itu, ekosistem digital di Indonesia juga belum terlalu besar sehingga tidak terlalu terpengaruh terhadap fenomena bubble burst yang melanda di Amerika Serikat.
Managing Partners East Ventures Roderick Purwana mengatakan, kondisi yang dialami perusahaan rintisan di Indonesia saat ini dikarenakan banyak faktor. Antara lain krisis geopolitical yaitu perang di Ukraina serta proses pemulihan dari pandemi COVID-19.
"Kenapa orang bilang sekarang winter is coming, mungkin karena memang paralel dengan adanya krisis geopolitik di Ukraina, recovery pandemi," ujar Roderick dalam webinar bertajuk Fenomena Bubble Burst: Jalan Terjal Startup Indonesia, dikutip, Jumat, 19 Agustus 2022.
Bubble burst sendiri merupakan sebuah fenomena pertumbuhan ekonomi atau nilai pasar naik sangat cepat, khususnya harga aset namun diikuti oleh penurunan nilai yang cepat atau kontraksi.
Pada umumnya gelembung yang disebabkan lonjakan harga aset didorong oleh perilaku pasar yang tinggi. Fenomena ini membuat sejumalah perusahaan rintisan di Indonesia berhenti operasi dan mem-PHK karyawan.
"Implikasinya tidak terlalu besar ke Indonesia karena ekosistem digital yang masih tarif awal. Dampak yang terasa paling besar hanya ke ekspektasi valuasi perusahaan,” tambahnya.
Roderick menambahkan, perjalanan perusahaan rintisan itu memang terjal dan bukan hanya saat ini saja. Karena, perlu waktu untuk membuat produk dan diterima oleh pasar. Perusahaan rintisan yang punya fundamental kuat tidak akan terpengaruh dengan fenomena bubble burst.
Sementara itu Chief Executive Officer Katadata Indonesia Metta Dharmasaputra mengatakan, fenomena bubble burst yang menimpa perusahaan rintisan di Indonesia saat ini adalah bagian dari revolusi industri keempat. Transformasi digital justru terjadi ketika COVID-19 melanda dunia.
Menurutnya, berdasarkan data dari Google Temasek, selama 2015-2019 populasi yang terhubung internet bertambah 100 juta. Sedangkan, selama dua tahun pandemi bertambah 80 juta.
Kata Metta, pengguna internet akan bertambah terus. 9 dari 10 new digital consumer akan berlanjut dan yang menarik outlook ke depan wilayah Asia Tenggara akan masuki tahap decade digital.
Sementara itu, nilai internet ekonomi pada 2021 mencapai US$170 miliar dan bertambah menjadi US$360 miliar pada empat tahun kemudian. Serta jadi US$1 triliun pada 2030.
“Lalu di mana posisi Indonesia, Indonesia diperkirakan akan jadi pemain digital terbesar di Asia Tenggara angkanya pada 2020 berjumlah US$47 miliar, pada 2021 menjadi US$70 miliar dan diperkirakan pada 2025 menjadi 146 miliar dolar AS," ungkapnya.
"Angka-angka ini membawa titik optimisme baru bahwa digital ekonomi akan terus mewarnai perekonomian Indonesia dan bubble burst bukan fenomena hantu yang menakutkan,” tambahnya.
Managing Partners Impactto.io Italo Gani mengatakan, perusahaan rintisan dengan fundamental yang baik akan bisa bertahan dari fenomena bubble burst. Apalagi, hal ini bukan kali pertama muncul istilah winter is coming karena pada 2016 juga sempat muncul kalimat tersebut.
“Good company akan survive karena pada dasarnya startup itu kan mencari solusi dari suatu masalah. Dan, tiap startup memerlukan waktu yang berbeda-beda untuk bisa menawarkan produknya ke pasar dan bisa diterima. Contohnya Aruna, startup di bidang perikanan. Mereka perlu waktu lama sebelum akhirnya bisa ekspor ikan ke luar negeri,” ungkap Italo.
Koordinator Startup Digital Kementerian Komunikasi dan Informatika Sonny Sudaryana mengatakan, situasi yang dihadapi perusahaan rintisan di Indonesia dalam 6 bulan terakhir masih dalam taraf normal.
Kata dia, Kominfo akan terus fokus menyiapkan infrastruktur internet sehingga perusahaan rintisan bisa memperluas pasar hingga ke seluruh wilayah di Indonesia.
“Kominfo akan bangun 500 BTS, fiber optic sepanjang 490 ribu kilometer yang menghubungkan wilayah timur, tengah dan barat serta memaksimalkan 5 satelit telekomunikasi nasional dan 4 tambahan yang kita sewa, serta pengadaan Satria 1 yang operasi pada Q3 2023 serta Satria 2 pada 2024 dan Satria 3 pada 2030," singkatnya.