Tembus Rp1.028 Triliun, Penerimaan Pajak Capai 69,3 Persen dari Target

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sumber :
  • VIVA/Fikri Halim

VIVA Bisnis – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, penerimaan pajak hingga akhir Juli 2022 meningkat 58,8 persen atau mencapai Rp1.028 triliun. Hal itu salah satunya terjadi akibat dari meningkatnya harga komoditas. 

Rencana Sri Mulyani Kejar Potensi Pajak Underground Economy

Sri Mulyani mengatakan, peningkatan penerimaan itu juga lebih tinggi dari target yang telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo untuk tahun 2022. 

“Pertumbuhan dari penerimaan negara kita, untuk pajak kita sudah mengumpulkan Rp1.028,5 triliun. Ini artinya, 69,3 persen dari target di Perpres. Meskipun sudah dinaikkan tapi masih bisa mengalami penerimaan yang cukup impresif,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA dikutip Jumat, 12 Agustus 2022. 

Sri Mulyani Ungkap PPN Naik Jadi 12 Persen Sesuai UU Mulai 1 Januari 2025

Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Photo :
  • istimewa

Sri Mulyani merinci, dari total penerimaan Rp1.028 triliun tersebut terdiri dari PPh non migas Rp595,0 triliun atau 79,4 persen dari target. Kemudian, juga terdiri dari PPN dan PPnBM Rp377,6 triliun atau sekitar 59,1 persen.

Sri Mulyani Tugasi Wamenkeu Anggito Kejar Pajak Underground Economy

Selain itu, penerimaan terdiri dari PBB dan pajak lainnya Rp6,6 triliun atau 20,5 persen dari target pemerintah. Serta PPH Migas Rp49,2 triliun atau 76,1 persen dari target pemerintah.

Dampak Harga Komoditas 

Sri Mulyani mengatakan, penerimaan pajak yang sangat kuat ini disebabkan harga komoditas. Diketahui harga komoditas global saat ini tengah melambung tinggi akibat dari dinamika global yang saat ini tengah terjadi. 

“Betul, harga komoditas tahun lalu juga sudah naik yang menyebabkan Rp15,6 triliun sendiri, tahun ini harga komoditas yang naik menyumbangkan lebih banyak lagi yaitu Rp174,8 triliun. Selain itu, penerimaan pajak yang sangat tinggi juga karena ada program PPS, kita mengumpulkan Rp61 triliun itu yang wajib-wajib pajak yang melakukan koreksi terhadap compliance atau kepatuhan mereka,” jelasnya.

Lebih lanjut dikatakannya, tahun lalu basis dari pemerintah terbukti rendah. Hal itu karena pemerintah masih memberikan banyak insentif perpajakan dan menyebabkan basis penerimaan tahun lalu menjadi tergerus.

“Tahun ini dengan pemulihan yang makin baik, berbagai insentif sudah mulai di-faceout. Jadi ini penerimaan pajak yang luar biasa tinggi, dan tentu dana ini dipakai untuk bantalan-bantalan yang telah saya sampaikan tadi, baik subsidi, kompensasi, bansos, serta berbagai belanja pemerintah yang lain,” ungkapnya

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya