Cara Sri Mulyani Kelola APBN Secara Fleksibel di Masa Pandemi

Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Sumber :
  • istimewa

VIVA Bisnis – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) selama masa pandemi COVID-19, terus dilakukan sebagai respons yang sangat fleksibel dari pemerintah.

PKB: Kenaikan PPN Bukan Harga Mati untuk Penguatan APBN

Misalnya seperti pada saat pandemi tahun pertama pada 2020. Dimana, kala itu pemerintah terus melakukan redesain APBN, sebagai bentuk fleksibilitas dan penyesuaian terhadap kondisi pandemi COVID-19.

"Karena dari sisi APBN tadinya defisit 1,76 persen, lalu melebar hingga 5,07 persen dan kemudian ke 6,3 persen," kata Sri Mulyani dalam telekonferensi, Senin 8 Agustus 2022.

Bulog Kini Langsung Diawasi Prabowo, Zulhas: Enggak Bisa Komersial Lagi

Baca juga: Ekonomi RI Tumbuh Baik Kuartal II-2022, Erick Thohir Ungkap Peran BUMN

Menkeu menjelaskan, desain ini bertujuan untuk menaikkan dosis dari instrumen fiskal, dalam melindungi rakyat dan melindungi mereka dari ancaman kesehatan, sosial, dan ekonomi. 

Soal Kenaikan PPN 12 Persen 2025, DPR Yakini Prabowo Tak akan Menyusahkan Rakyat

"Namun realisasinya di 6,14 persen, dan kita lihat kemudian tahun 2021 waktu terjadinya varian Delta, kita menaikkan lagi dosisnya terutama di dalam memberikan bantuan sosial," ujarnya.

Dia mengatakan, hal itu dilakukan terkait adanya pembatasan mobilitas masyarakat, sehingga bansos diperlukan oleh masyarakat akar rumput yang tentunya akan mengalami dampak ekonomi yang paling dalam. "Sehingga kita kemudian menaikkan jumlah bantuan sosial tersebut," kata Menkeu.

Pengemasan bantuan sosial (bansos) dampak krisis pandemi COVID-19. (Foto ilustrasi).

Photo :
  • ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Dari hal itu, Sri Mulyani menjelaskan bahwa tidak hanya jumlah besarannya saja yang dikelola secara fleksibel. Melainkan juga komposisi fiskal untuk tujuan apa, yang juga menunjukkan fleksibilitas yang luar biasa dalam pengelolaan APBN tersebut.

"Sampai hari ini, kita mampu untuk tetap menjaga defisit pada level yang relatif lebih moderat, namun pemulihan ekonomi sudah mulai berjalan," ujarnya.

Desain dari kebijakan fiskal yang ditunjukkan dengan pemulihan ekonomi nasional (PEN), pada 2020 didesain Rp750 triliun dengan realisasi Rp575,9 triliun. 

Jokowi bagikan BLT Minyak Goreng ke pedagangan kaki lima Jambi.

Photo :
  • Biro Pres dan Media Istana Kepresidenan.

Pada 2021, saat terjadi lonjakan COVID-19 yang sangat besar dari varian Delta, pemerintah meningkatkan lagi jumlah program PEN hingga terealisasi Rp655 triliun.

Kemudian pada 2022, saat pemulihan ekonomi mulai meningkat, maka dosis APBN mulai diturunkan lagi dari sisi PEN-nya dengan realisasi mencapai Rp455,6 triliun.

"Ini adalah mekanisme untuk terus mendesain kebijakan, berdasarkan data dan berdasarkan dampak dari guncangan yang terjadi yang harus terus-menerus dikalibrasi," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya