Kuota Pertalite Habis September, Pengaturan BBM Subsidi Mendesak

BBM jenis Pertalite.
Sumber :
  • ANTARA/Muhammad Adimaja

VIVA Bisnis – Kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) Subsidi diprediksi akan habis sebelum akhir 2022. Pemerintah diminta segera mengambil sikap dengan melakukan penyaluran BBM Subsidi tersebut tepat sasaran sehingga tidak terjadi lagi kegaduhan. 

Kenapa SPBU Asing Kesulitan Bertahan di Indonesia? Ini Penyebabnya!

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede menilai kuota Pertalite yang akan habis berpotensi mengakibatkan kelangkaan Pertalite ke depan. Dalam mengontrol konsumsi, sistem kuota cenderung tidak efektif karena mengakibatkan kelangkaan diberbagai tempat dan potensi kebocoran besar.

“Upaya Pertamina untuk menggunakan aplikasi digital jadi jalan untuk menseleksi siapa-siapa saja yang berhak menerima BBM subsidi. Tinggal impelementasi penggunaan aplikasi tersebut yang kini harus bisa disiapkan dan dieksekusi dengan baik,” Jelas Josua di Jakarta, Selasa 2 Agustus 2022.

Diikuti 12.300 Pelari, Pertamina Eco RunFest 2024 Sukses Digelar di Istora Senayan

Baca juga: Harga Emas Hari Ini 2 Agustus 2022: Global dan Antam Naik

Menurut Josua, akselerasi penerapan aplikasi bagi masyarakat dapat mengatasi hal ini, karena aplikasi dapat secara tepat mengatur jumlah konsumsi bagi masing-masing konsumen. 

Yayasan Kesehatan Bangun Ekosistem Layanan Berkelanjutan Lewat Digitalisasi

“Tidak seperti kuota yang cenderung masyarakat mampu dapat membeli Pertalite lebih banyak karena memiliki daya beli yang lebih besar," ungkap Josua.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, menyatakan prediksi habisnya kuota BBM bersubsidi, terutama pada Pertalite memang wajar terjadi. Peningkatan konsumsi Pertalite tahun ini makin menjadi seiring dengan hilangnya Premium dari pasaran. 

Berdasarkan kalkulasi yang dilakukan Reforminer Institute, kebutuhan normal Premium adalah kisaran 28-30 juta Kiloliter (KL). Hal tersebut karena sebelum adanya program penghapusan Premium konsumsi Pertalite sudah 22 juta KL. Sementara konsumsi Premium Status terakhir sekitar 6-8 juta KL. 

"Jadi wajar kalo 23 juta Kl maksimal hanya sampai Agustus atau September 2022 karena itu menjadi penting agar ada pengaturan tepat sasaran," kata Komaidi.

Jika memang pengaturan tepat sasaran tersebut tidak dilakukan, lanjut Komaidi, pemerintah harus bergerak cepat memastikan ketersediaan kuota BBM. Namun itu tentu tidak mudah lantaran masih harus dibicarakan lagi dengan berbagai pihak terutama parlemen. 

"Kalau tidak mau ada pengaturan sederhana pemerintah tambah kuota. Sebagai pemerintah saya kira kondisinya tidak mudah," ungkap Komaidi.

Menurut dia, apa yang sudah dilakukan Pertamina selama ini dengan aplikasi MyPertamina secara paralel adalah upaya maksimal perusahaan agar kuota 23 juta KL tidak terlampaui. 

"Tentu itu sulit untuk dilakukan karena kuota normalnya perlu kisaran 28-30 juta KL per tahun. Makanya bolanya ada pada pemerintah," kata dia.

Petugas SPBU melayani masyarakat dengan mengisi BBM jenis Pertalite

Photo :
  • ANTARA FOTO/Olha Mulalinda

Komaidi menilai, rencana untuk melakukan mengandalkan pembatasan pembeli Pertalite maupun Solar melalui revisi Perpres dengan menggunakan aplikasi digital tetap akan sulit menahan jebolnya volume BBM subsidi tahun ini jika mekanisme penyaluran subsidi tetap ke barang.

"Tentu kalau efektif 100 persen sulit dilakukan (pengaturan pembatasan BBM Subsidi). Namun ini upaya yg bisa dilakukan untuk meminimalkan dampak saja sifatnya. Memang idealnya subsidinya langsung bukan ke barang. Sepanjang masih ke barang kebocoran akan tetap ada," ungkap Komaidi.

Menurut dia, “bola panas” saat ini memang di pemerintah. Pengaturan subsidi tepat sasaran bisa saja diperuntukan untuk roda dua atau kendaraan pelat nomor kuning. 

Namun pelaksanaan di lapangan pasti tidak akan mudah. Untuk itu peran serta masyarakat juga sangat diperlukan untuk atasi kekuranagan kuota BBM bersubsidi ini.

"Kalau mau sederhana misalnya hanya roda dua dan plat kuning yang disubsidi. Namun tentu mudah secara teknis tidaklah muda dari perspektif pemerintah karena ada hal-hal yang perlu diperhitungkan sehingga memang diperlukan kesadaran dari para pihak, terutama dari kita semua yang sudah berdaya beli," jelas Komaidi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya