BPS: Nilai Tukar Petani Juli 2022 Turun 1,61 Persen
- VIVA/Diki Hidayat
VIVA Bisnis – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai tukar petani (NTP) Juli 2022 sebesar 104,25 atau turun 1,61 persen dibanding bulan sebelumnya.
Kepala BPS Margo Yuwono menjelaskan, penurunan NTP dikarenakan indeks harga yang diterima petani turun sebesar 1,04 persen. Sedangkan indeks harga yang dibayar petani mengalami kenaikan sebesar 0,58 persen.
"Indeks harga yang diterima petani turun sebesar 1,04 persen itu diantaranya karena menurunnya harga kelapa sawit, jagung, karet, dan kelapa," jelas Margo dalam telekonferensi, Senin 1 Agustus 2022.
Baca juga: Menteri Basuki: Kementerian PUPR Subsidi 222.586 Rumah pada 2022
Adapun kenaikan indeks yang dibayar petani disebabkan oleh kenaikan beberapa komoditas. Di mana diantaranya yaitu, bawang merah, cabai merah, cabai rawit, dan rokok kretek filter.
Sementara, jika berdasarkan sub sektor NTP Margo menuturkan, sektor tanaman perkebunan mengalami penurunan paling dalam. Untuk Juli 2022 turun sebesar 6,63 persen.
"Ini terjadi karena indeks harga yang diterima petani itu mengalami penurunan sebesar 6,06 persen. Sementara indeks harga yang harus dibayar petani mengalami kenaikan sebesar 0,61 persen," ujarnya.
Margo melanjutkan, komoditas yang paling berpengaruh terhadap penurunan itu berasal dari komoditas kelapa sawit, karet, dan kelapa.
Kemudian, untuk sub sektor hortikultura pada Juli 2022 meningkat sebesar 4,91 persen. Penyebabnya karena indeks harga yang diterima petani masih meningkat sebesar 5,48 persen.
"Itu lebih besar dari kenaikan harga yang harus dibayar petani yang meningkat sebesar 0,55 persen. Komoditas yang dominan yang berpengaruh pada indeks harga yang diterima petani itu berasal dari komoditas bawang merah, cabai merah, wortel," kata Margo.
Sedangkan pada nilai tukar usaha petani atau NTUP Juli 2022 tercatat 105,47 atau turun 1,34 persen dibanding Juni 2022.
"Penurunan NTUP ini terjadi karena indeks harga yang diterima petani turun sebesar 1,04 persen. Sementara indeks biaya produksi dan penambahan barang modal naik 0,30 persen," ujarnya.