Kemenkeu Beri Sinyal Akan Hapus Subsidi BBM dan Listrik
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA Bisnis – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan sinyal akan menghapus kebijakan subsidi bahan bakar minyak atau BBM dan tarif listrik. Hal itu dilakukan agar belanja lebih efisien dan produktif.
"Kita juga harus semakin mendorong belanja produktif. Nah ini perlu menjadi kesadaran kita bersama bahwa subsidi itu nggak efisien, subsidi BBM subsidi listrik itu nggak efisien," kata Direktur Penyusunan APBN Kemenkeu Rofyanto Kurniawan pada telekonferensi, Senin 25 Juli 2022.
Rofyanto menjelaskan, dengan tidak efisiennya hal itu maka secara bertahap Pemerintah melalui Kementerian Keuangan akan mengembalikan BBM dan tarif listrik ke harga keekonomian.
Baca juga: Ekspansi ke Bisnis SPKLU, Charger Kendaraan Listrik Bisa di Gerai KFC
"Secara bertahap secara berangsur-angsur harus kita kembalikan ke harga keekonomiannya. Supaya belanjanya bisa produktif," jelasnya.
Rofyanto mengatakan, hal itu dilakukan sebab yang berhak menerima subsidi itu adalah masyarakat miskin. Maka dari itu Pemerintah akan melakukan secara bertahap.
"Subsidi itu hanya untuk rakyat miskin dan rakyat yang membutuhkan, yang mampu dan menengah ke atas mestinya nggak perlu mendapat subsidi," ujarnya.
Lebih lanjut Rofyanto menuturkan, kondisi saat ini setelah hantaman COVID-19 sudah semakin kondusif dan aktivitas ekonomi yang beranjak baik. Hal lainnya juga ditunjukkan dengan manufacturing indeks yang sudha bergerak naik, dan itu diikuti dengan pendapatan yang semakin bagus pada 2022.
"Tentunya juga didukung oleh UU HPP, kemudian oleh program PPS dan sebagainya ini penerimaan kita sangat bagus. Mudah-mudahan ini menjadi modal yang kuat untuk mengarungi APBN kita di 2023," ujarnya.
Adapun dari sisi belanja jelasnya, Pemerintah akan terus memperbaiki pada efektivitas belanja.
"Namun dengan pendapatan kita yang angkanya semakin baik sepertinya belanja yang kita khawatirkan shrinking ini tidak terjadi. Artinya pemerintah tetap berupaya menjaga APBN itu tetap terjaga ketika kita menghadapi COVID di 2020, 2121, 2022, 2023 itu belanjanya tetap terjaga untuk mengantisipasi berbagai ketidakpastian," imbuhnya.