ESDM Bicara Peran Dana Abadi Migas Daerah untuk Hindari 'Kutukan SDA'
- dokumentasi pertamina
VIVA Bisnis – Pembentukan dana abadi minyak dan gas (migas) merupakan hal yang mutlak diperlukan. Demikian ditegaskan Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Irwandi Arif.
Karena, dana abadi migas ini disebutnya bisa menjadi solusi atau landasan pemikiran agar terhidar dari ‘kutukan sumber daya alam (SDA)’. Kutukan SDA yang dimaksud adalah ketika SDA sudah habis, daerah tersebut masih tidak berkembang.
"Jadi dana abadi ini bisa menghindari (anggapan perihal) kutukan sumber daya alam. Dimana begitu (SDA) sudah habis, masyarakat di sana beserta daerahnya tetap tidak berkembang," kata Irwandi dalam telekonferensi, Selasa 19 Juli 2022.
Dia mengatakan, saat pendapatan daerah penghasil migas meningkat signifikan, yang kerap terjadi justru maraknya korupsi dan penghamburan anggaran daerah. Hal itu menurutnya disebabkan karena pemerintah daerah tidak memiliki perencanaan yang baik, terkait program pemanfaatan untuk menyerap anggaran dan pemasukan daerahnya.
Dia pun mencontohkan sebagaimana misalnya yang terjadi di Belitung, yang sempat terguncang akibat sumber daya alam berupa timah dianggap habis. Kala itu, Belitung masih bisa terselamatkan oleh sektor pariwisata, seiring timah yang nyatanya sudah kembali ada saat ini.
Hal serupa juga terjadi di daerah Cikotok, Lebak, Banten. Di mana, daerah dan masyarakat di sana disebut-sebut tidak berkembang, sementara tambang emasnya sudah hampir habis.
"Ini semua harus jadi pelajaran, sehingga penggunaan dana yang berasal dari tambang minyak bisa berkelanjutan dan transparan," ujar Irwandi.
Karenanya, dia menegaskan bahwa setiap pemerintah daerah di wilayah yang memiliki SDA, harus memiliki perencanaan dan strategi untuk memanfaatkan penerimaan dan pendapatan daerahnya. Sehingga, Pemda bisa menciptakan program-program yang bermanfaat untuk masyarakat di daerahnya di masa depan.
Dengan adanya dana abdi ini, Irwandi berharap stabilisasi fiskal daerah bisa tercapai. Apalagi, volatilitas anggaran di sektor pertambangan diakuinya memang sulit untuk dikontrol.
"Apalagi harga komoditas (migas) tersebut juga tergantung dari dinamika yang ada di pasar internasional, sehingga tentunya sulit diprediksi secara internal," ujarnya.