Petani Sebut Pungutan Ekspor Sawit Dihapus Belum Dongkrak Harga TBS
- ANTARA/Rony Muharrman
VIVA Bisnis – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan kebijakan penghapusan Ttarif pungutan ekspor kelapa sawit dan turunannya hingga 31 Agustus 2022. Penghapusan pungutan ekspor kelapa sawit ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115 tahun 2022.
PMK tersebut adalah perubahan atas PMK Nomor 103/PMK.05/2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Merespons hal tersebut para petani sawit menilai kebijakan itu masih kurang guna mendongkrak kesejahteraan mereka yang terpuruk saat ini. Sebab, penghapusan pungutan ekspor ini belum mampu mengerek harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit petani.
Ketua Umum Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) Marr'ie Andi Muhammadyah (Mdy Sappo) mengatakan, APPKSI mengapresiasi Menteri Keuangan atas penghapusan Pungutan Ekspor (PE) melalui terbitnya PMK Nomor 115/2022. Namun Pungutan Ekspor dihapus bukan berarti harga TBS akan naik nantinya
Menurut dia, dihapusnya pungutan ekspor CPO masih belum bisa menaikkan harga TBS yang signifikan. Akibat larangan ekspor CPO yang pernah terjadi beberapa waktu lalu.
Hingga kini pun lanjut dia stok CPO masih melimpah di tangki-tangki pabrik kelapa sawit (PKS). Serta, harga CPO juga mengalami penurunan di mana per hari ini harga CPO diperdagangkan di posisi MYR 3.735 per ton
"Namun, posisi tersebut menjadi posisi terendah sejak 2 Juli 2021 apalagi dibandingkan sebelum ekspor CPO di larang di mana harga CPO di atas MYR 6.000 per ton,” ujarnya dikutip dari keterangannya, Senin, 18 Juli 2022.
Pria yang akrab dipanggil Mdy Sappo ini mengatakan, harga TBS masih sulit naik karena tarif bea keluar ekspor CPO masih sangat tinggi, yaitu mencapai US$288 per ton. Ini artinya bea ekspor akan tetap membebani harga TBS petani nantinya
"Karena itu APPKSI berharap bea keluar CPO harus dihapus atau dikurangi hingga dikisaran US$50 saja. Agar harga TBS bisa mencapai harga normal kembali," kata dia.
Apalagi lanjut Mdy Sappo, dalam menghadapi krisis global, Indonesia membutuhkan ekspor yang kuat untuk mendapatkan devisa negara.
"Perlu dicatat bahwa menurut BPS minyak kelapa sawit merupakan komoditas terbesar yang menopang surplus perdagangan Indonesia pada Juni 2022. Minyak kelapa sawit menyumbang 54 persen terhadap surplus neraca perdagangan Juni 2022," tutup dia.