Sri Mulyani Bebaskan Pungutan Ekspor Kelapa Sawit, Ini Alasannya
- VIVA/Anisa Aulia
VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengumumkan untuk melakukan pembebasan pungutan ekspor terhadap seluruh produk sawit hingga 31 Agustus 2022. Pembebasan itu dilakukan baik pada tandan buah segar (TBS), biji buah sawit, dan Crude Palm Oil (CPO) dan sed cooking oil.
Untuk perubahan itu dilakukan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.05/2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Kementerian Keuangan. Menjadi PMK 115 tahun 2022.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan pembebasan pungutan itu dilakukan hingga 31 Agustus. Karena untuk mempercepat ekspor produk sawit dan turunannya.
"Kita mau mempercepat ekspor saja. Waktu kemarin terjadi harga yang tinggi, kita mengendalikannya supply dalam negerinya jadi lengkap," kata Febrio kepada awak media di Bali Nusa Dua International Convention Center, Minggu 17 Juli 2022.
Dia mengatakan, hal itu dilakukan sebagai cara untuk menurunkan sawit di harga konsumen. Tetapi setelah itu katanya perlu dilakukan penyesuaian ekspor agar berjalan kembali.
"Sebenarnya kemarin sudah jalan juga, pajak ekspornya tinggi sekali di Juni udah bagus dan kami melihat perlu lebih cepat lagi. Jadi kita turunkan aja pungutan ekspor ke 0 hingga akhir Agustus," jelasnya.
Lebih lanjut Febrio mengatakan, setelah akhir Agustus maka mulai 1 September tarif pajak akan mengikuti tarif progresif.
Adapun maksud tarif progresif merupakan tarif yang jika harga CPO rendah maka tarifnya akan rendah. Tetapi jika CPO mengalami kenaikan harga maka harga akan naik. Â
Menurutnya dengan aturan itu merupakan salah satu sumber penerimaan negara salah satunya adalah hal tersebut.
"Kan penerimaan negara cuma salah satu aspek yang kita lihat, penerimaan negara sih aman. Anda lihat aja penerimaan kita masih tinggi 40 persen yoy, jadi kita masih aman," ujarnya.
Febrio mengatakan, dalam penerapan pajak itu merupakan salah satu instrumen fiskal dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
"Jadi enggak selamanya kita harus mengutamakan penerimaan. Kadangkala dalam konteks ketersediaan supply lebih penting agar menjaga, agar ekspor lebih cepat juga penting," terangnya.