Serikat Petani Ingatkan Pemerintah Waspadai Lonjakan Biaya Produksi

Ilustrasi petani.
Sumber :
  • VIVA/Diki Hidayat

VIVA Bisnis – Serikat Petani Indonesia (SPI) meminta pemerintah untuk mewaspadai biaya produksi pertanian yang naik cukup signifikan pada beberapa bulan terakhir. Sebab, kenaikan itu juga akan berpengaruh ke bulan-bulan berikutnya.

Ketua OJK Minta Penghapusan Utang Macet Petani hingga Nelayan Segera Dijalankan

Ketua Departemen Kajian Strategis Nasional Dewan Pengurus Pusat SPI Mujahid Widian mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS). Nilai Tukar Petani (NTP) Juni 2022 sebesar 105,96 atau naik 0,52 persen dibanding NTP bulan sebelumnya.

Kenaikan itu dikarenakan, Indeks Harga yang Diterima Petani (lt) naik sebesar 1,47 persen lebih tinggi dibandingkan kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (lb) sebesar 0,94 persen.

Daftar Harga Pangan 25 November 2024: Bawang hingga Telur Ayam Naik

“Dari data yang dipublikasikan BPS, kita lihat lb atau harga yang harus dikeluarkan petani terus mengalami peningkatan. Sementara lt ataupun harga yang diterima petani, kendati secara keseluruhan meningkat tetapi jika kita lihat di masing-masing subsektor cukup mengkhawatirkan,” kata Mujahid dalam keterangannya, dikutip Kamis, 7 Juli 2022.

Ilustrasi Petani. Sumber: unsplash.com

Photo :
  • vstory
Pendapatan Brigade Swasembada Pangan Bisa Lebih dari Rp 10 Juta Per Bulan, Begini Perhitungannya

Mujahid mengatakan, pada subsektor hortikultura kenaikan NTP dipengaruhi akibat minimnya pasokan yang di antaranya adalah tanaman cabai. Karena dengan tingginya permintaan kemudian mengakibatkan harga cabai melonjak tinggi selama bulan Juni 2022 ini.

“Berkebalikan dengan NTP tanaman pangan, kenaikan NTP tertahan oleh tingginya biaya produksi dan penambahan modal (1,13) dibanding dengan kenaikan indeks konsumsi (0,90). Ini bisa dilihat dari tingginya biaya pembelian pupuk,” jelasnya.

Mujahid mengungkapkan, hal yang menyebabkan produksi cabai tidak maksimal dan harganya melonjak saat ini diakibatkan oleh faktor cuaca ekstrem.

“Di Kepahiang, Bengkulu misalnya, curah hujan yang tinggi mengakibatkan panen tidak maksimal. Alhasil harga di tingkat petani melonjak di kisaran Rp65.000-Rp72.000 per kg. Begitu juga di wilayah-wilayah lain, seperti di Deliserdang, Bogor, dan Sukabumi,” ujarnya.

Sedangkan pada subsektor perkebunan rakyat, rendahnya harga di tingkat petani masih menjadi momok utama khususnya komoditas sawit. Kemudian, subsektor peternakan rakyat juga perlu mendapat perhatian.

“Kendati tercatat mengalami kenaikan, pemerintah diminta terus mewaspadai dinamika yang terjadi di subsektor ini, khususnya menjelang Idul Adha dan wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK),” terangnya.

Melalui hal itu, SPI mendesak pemerintah untuk kembali kepada prinsip-prinsip kedaulatan pangan. Kepentingan rakyat terhadap pangan harus menjadi prioritas utama.

“Di mana negara hadir dalam memastikan faktor-faktor produksi (tanah dan air), akses terhadap benih lokal, akses terhadap pasar dan bantuan keuangan dinikmati secara utuh oleh petani dan produsen pangan. Dan kecukupan pangan baik dari sisi keterjangkauan jarak dan harga, serta gizi dan keamanan pangan dipenuhi dari produksi pangan petani di dalam negeri,” imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya