Sektor Manufaktur Masih Ekspansif, Pemerintah Jaga Pemulihan Ekonomi

Ilustrasi industri manufaktur.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

VIVA – Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengungkapkan, sektor manufaktur Indonesia di Juni 2022 masih melanjutkan kinerja positif. Meski ia menyebut dalam periode tersebut masih sedikit melambat. 

Pertumbuhan Ekonomi Sumut 5,2 Persen Lebih Tinggi dari Nasional, PON XXI Jadi Pendorong

Demikian disampaikan Febrio dengan merujuk Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur yang berada pada zona ekspansif di level 50,2.

Febrio mengatakan, ekspansi itu menunjukkan aktivitas produksi yang masih terus meningkat. Adapun dari gejolak geopolitik dan perlambatan ekonomi dunia khususnya di China telah mengganggu rantai pasok global dan menghambat laju ekspansi manufaktur Indonesia.

BI Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi 2024 di Kisaran 4,7-5,5 Persen

Menurutnya, tak hanya Indonesia yang terhambat atas hal tersebut. Namun, juga dialami oleh sebagian besar lain di Asia seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Vietnam, Thailand, dan Filipina.

“Pemerintah akan terus memonitor dinamika dan prospek ekonomi global ke depan serta me-mitigasi berbagai dampak yang mungkin timbul. Berbagai instrumen yang ada termasuk APBN, akan dioptimalkan untuk meminimalisasi dampaknya pada perekonomian domestik,” kata Febrio dalam keterangan, Minggu 3 Juli 2022.

Ekonomi Kuartal III Tumbuh 4,95 Persen, Begini Jurus Pemerintah Kejar Target 8 Persen

Ilustrasi Industri manufaktur.

Photo :
  • Dokumentasi PT Grand Kartech Tbk.

Dengan demikian, ia menekankan momentum pemulihan ekonomi nasional akan tetap terjaga. Namun, ia mengatakan meski sedikit meningkat untuk inflasi Juni 2022 masih terjadi di level 4,34 persen secara year on year (yoy) di banding Mei sebesar 3,55 persen.

“Dibandingkan dengan banyak negara di dunia, inflasi Indonesia masih tergolong moderat," jelasnya.

Dia menjelaskan laju inflasi di AS dan Uni Eropa terus mencatatkan rekor baru dalam 40 tahun terakhir. Kata dia, masing-masing mencapai 8,6 persen dan 8,8 persen. 

"Demikian juga di sejumlah negara berkembang, seperti Argentina dan Turki, dengan laju inflasi masing-masing mencapai 60,7 persen dan 73,5 persen," tuturnya.

Febrio menambahkan, dengan peningkatan inflasi di sejumlah negara tersebut maka Pemerintah melalui instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), berhasil meredam tingginya tekanan inflasi global.

“Sehingga daya beli masyarakat serta momentum pemulihan ekonomi nasional masih tetap dapat dijaga," ujarnya.

Meskipun demikian, Febrio menegaskan Pemerintah akan terus memantau dan memitigasi berbagai faktor yang akan berpengaruh pada inflasi nasional, baik yang berasal dari eksternal maupun domestik.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya