Sri Mulyani Senang Orang Kaya RI Sudah Mulai Belanja
- VIVA/Anisa Aulia
VIVA – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, indikator ekonomi Indonesia di kuartal II-2022 telah menunjukkan tren pemulihan yang cukup merata dan menggembirakan.
Hal itu tercermin dari Mobility Index Indonesia, khususnya di bulan Mei 2022. Yang, menunjukkan peningkatan sangat tajam mencapai 18,6 persen, dibandingkan kuartal I-2022 yang hanya 7,1 persen.
Selain itu, Retail Sales Index Indonesia juga terus meningkat dan tumbuh hingga 5,4 persen di bulan Mei 2022. Kemudian, impor bahan baku naik di 33,9 persen, sementara impor barang modal pun melonjak tinggi hingga 29,2 persen.
"Ini berarti permintaan terhadap produksi meningkat. Hal itu juga dikonfirmasi dengan peningkatan konsumsi listrik di sektor industri yang tumbuh mencapai 16,4 persen dan di sektor bisnis yang tumbuh 9,3 persen," kata Sri Mulyani dalam telekonferensi APBN KiTa, Kamis, 23 Juni 2022.
Selain itu, kapasitas produksi manufaktur juga sudah mulai meningkat, dan makin mendekati level sebelum COVID-19. Bahkan, Sri Mulyani menjelaskan data dari Mandiri Institute mengenai Spending Index di Mei 2022, yang mengalami level tertinggi sejak januari 2020 yaitu mencapai level 149,2.
"Artinya, kelompok masyarakat terutama kelompok menengah ke atas melakukan spending dengan menggunakan kartu kredit, dan inilah yang menunjukkan kenaikan dari aktivitas ekonomi," ujarnya.
Jika dilihat dari berbagai indikator tersebut, Sri Mulyani memproyeksikan bahwa ekonomi Indonesia kuartal II-2022 masih akan ada di kisaran 4,8 persen, dengan upper level yang agak menurun ke 5,3 persen.
"Dengan aktivitas yang masih sangat kuat, kita akan lebih optimis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2022 masih akan ada di sekitar 4,8 persen hingga 5,3 persen," kata menkeu.
Tren ini menurutnya cukup bagus, jika dilihat dari peningkatan jumlah konsumen, aktivitas ekonomi, serta aktivitas produksi. Artinya, investasi dan ekspor masih mampu tumbuh tinggi.
Sehingga, mesin pertumbuhan ekonomi mulai didorong dari konsumsi rumah tangga, investasi dalam bentuk berbagai ekspansi kapasitas, dan juga dari sisi sektor eksternalnya.
"Ini yang menggembirakan, karena pertumbuhan ekonomi sekarang tidak tergantung lagi hanya dari APBN. Bahkan APBN sekarang mulai bergeser menjadi instrumen untuk menjaga 'shock', tapi bukan sebagai lokomotif utama pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
"Karena sekarang mesin pertumbuhan sudah mulai menyala di konsumsi, investasi, dan ekspor," tambahnya.