Resesi Global Menghantui, Ekonom: PEN Jangan Buru-buru Distop

Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Dunia saat ini tengah menghadapi berbagai tantangan ekonomi. Salah satunya karena beberapa negara telah mengalami inflasi bahkan diprediksi akan resesi, akibat dari kenaikan harga pangan maupun energi.

Dibayangi Tekanan, Rupiah Menguat di Level Rp 16.309 per Dolar AS

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara menyatakan, dari berbagai tantangan tersebut Pemerintah harus mempertebal alokasi subsidi yang diberikan. Baik itu di bidang energi, pangan, dan termasuk di dalamnya pupuk.

Adapun dalam hal ini jelasnya, pada jaringan pengamanan sosial saat pandemi COVID-19. Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dinilai jangan terburu-buru diberhentikan.

Berkat Cawan Energi Matangkan Rencana Pembangunan PLTA Cibuni 3

“PEN jangan terburu-buru dipangkas atau distop. Tambah penerima PKH (Program Keluarga Harapan) dari 10 juta jadi 15 juta keluarga penerima untuk lindungi 40 persen pengeluaran terbawah, dari gejolak kenaikan harga pangan,” ujar Bhima saat dihubungi VIVA, dikutip Selasa, 21 Juni 2022.

Pertumbuhan ekonomi global

Photo :
Prabowo Temui PM Pakistan, Tingkatkan Kerja Sama Ekonomi dan Perdagangan

Bhima melanjutkan, Pemerintah juga harus memperkuat penerbitan utang dengan bunga yang relatif murah. Karena saat ini dominasi Surat Berharga Negara (SBN) dalam utang cukup berisiko, hal itu disebabkan oleh yield terus meningkat.

Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus mempersiapkan protokol manajemen krisis dalam menghadapi ancaman ekonomi saat ini. Khususnya untuk penguatan pengawasan konglomerat perbankan.

Protokol itu menurutnya, terdiri dari empat hal. Antara lain, monitoring terhadap perbankan yang memiliki eksposur tinggi terhadap pasar keuangan global.

“Lakukan pencegahan terhadap risiko gagal bayar perusahaan di dalam negeri yang memiliki debt to equity yang tinggi,” jelasnya.

Kemudian, seleksi ketat startup yang ingin melakukan IPO. Sehingga tidak mengandalkan besaran valuasi, tetapi juga kemampuan untuk menjaga cash flow atau arus kas, dan pendapatan. Hal itu Untuk mewaspadai terjadinya tech bubble.

“Perhatian terhadap bank yang masih memiliki jumlah restrukturisasi pinjaman yang tinggi. Apakah bank perlu diberikan relaksasi lanjutan misalnya,” terangnya.

Petugas PLN memeriksa meteran listrik.

Diskon Listrik 50 Persen Awal 2025, YLKI: Dorong Daya Beli Masyarakat

Namun, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengingatkan masyarakat selaku konsumen jangan digunakan untuk hal-hal yang tidak produktif.

img_title
VIVA.co.id
20 Desember 2024