Sri Mulyani Bongkar Penyebab Lambatnya Belanja Daerah, Ini Contohnya

Menkeu Sri Mulyani dan Wamendagri John Wempi Wetipo.
Sumber :
  • istimewa

VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBD) saat ini tengah mengalami masalah. Hal itu karena realisasi belanja yang berjalan lambat.

LPI Survei 10 Menteri Kabinet Prabowo dengan Kinerja Terbaik: Nomor 1 dan 4 Mengejutkan

Ani begitu sapaan akrabnya mencontohkan, pada Mei 2022 belanja daerah mengalami kontraksi. Di mana untuk belanja pada tahun ini hanya 17 persen dari belanja tahun lalu. 

Padahal, pada 2021 lalu di akhir Mei jelas Ani, belanja daerah dapat mencapai sebesar Rp270 triliun, sedangkan tahun ini di APBD hanya terserap sebesar Rp223 triliun.

Gus Yahya: Masyarakat Perlu Dengar Penjelasan Pemerintah soal PPN 12 Persen

Baca juga: Satgas BLBI Sita Aset Obligor Trijono Gondokusumo di Jonggol

“Bapak Ibu sekalian nanti akan perlu melihat, apa yang menjadi kendala, dan kalaupun Rp233 triliun kita belanjakan, mayoritas Rp113 triliun adalah untuk bayar gaji yang udah nggak mikir lagi tuh,” tegas Ani pada Pengarahan Kepada Pejabat Gubernur dan Bupati di Kementerian Dalam Negeri, Kamis 16 Juni 2022. 

Mendagri Minta Pemda Ubah Pola Pikir untuk Tingkatkan Pendapatan Daerah

Sementara, lanjut Ani, untuk belanja barang, belanja modal pada Mei 2022, hanya Rp12 triliun, dan bila dibandingkan tahun lalu sebesar Rp14 triliun, belanja lainnya Rp44 triliun.

Ani menuturkan, dengan hal itu sudah memberikan pandangan kepada pemimpin daerah mana yang harus diperhatikan saat memimpin daerahnya masing-masing saat menggunakan APBD.

“Bukan karena enggak ada uangnya, transfer kami ke daerah itu rutin memang ada beberapa persyaratan. Tapi tetap daerah sekarang itu masih punya Rp200 triliun di bank, jadi ini kan menggambarkan ada ironis, ada resources, ada dananya tapi nggak bisa dijalankan,” tegasnya.

Ilustrasi tumpukan uang rupiah

Photo :
  • U-Report

Ani menuturkan, pada Mei 2022 posisi APBD ada di angka Rp200 triliun, sedangkan tahun lalu hingga akhir Mei hanya sebesar Rp172 triliun dan di 2020 hanya Rp165 triliun.

“Jadi ini kita transfer terus ngendon (mengendap) di bank, itu artinya kecepatan untuk kita jalankan instrumen yang penting di daerah jadi tidak jalan. Karena tadi, kecepatan di dalam belanjanya,” ujarnya.

Selain itu, Ani juga mempertanyakan kenapa sampai saat ini belanja barang modalnya kurang padahal rakyat masih membutuhkan infrastruktur dasar, kemiskinan.

“Padahal masih ada daerah yang belum punya MCK memadai kenapa ga dipakai untuk itu? Dan tentu dalam hal ini serapan belanja di daerah masih menghadapi kendala,” jelasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya