Kemenkeu dan DPR Sepakati Rasio Perpajakan 9,3-10 Persen di 2023
- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
VIVA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyepakati target rasio penerimaan perpajakan atau tax ratio tahun 2023 di level 9,3 persen sampai 10 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Kesepakatan itu tercapai dalam Rapat Panja terkait RAPBN 2023 di DPR RI, Jakarta, Senin 13 Juni 2022.
Target yang telah disepakati ini berubah dari usulan Komisi XI DPR RI sebelumnya yang sebesar 9,45 sampai 10 persen.
“Ini sekaligus menjadi cerminan betapa kita semua, Komisi XI dan Banggar bisa melihat secara jeli adanya ketidakpastian,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu.
Target rasio perpajakan tersebut juga sedikit berbeda dari yang ditentukan dalam Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) tahun 2023 yang sebesar 9,3 persen sampai 9,59 persen.
Target Mencerminkan Masih Adanya Ketidakpastian dan Dinamika Global
Febrio menuturkan, disepakatinya batas bawah tax ratio sebesar 9,3 persen mencerminkan masih adanya ketidakpastian dan dinamika global.
Sementara disepakatinya batas atas rasio perpajakan sebesar 10 persen mencerminkan efektivitas Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan optimisme pemerintah.
Febrio menjelaskan, penetapan target rasio perpajakan 2023 tak lepas dari besarnya penerimaan negara tahun ini yang diperkirakan tumbuh 15,3 persen (yoy) atau Rp1.784 triliun. Prediksi itu melampaui target penerimaan perpajakan dalam APBN 2022 yang sebesar Rp1.510 triliun.
Secara rinci, perkiraan Rp1.784 triliun meliputi penerimaan bea dan cukai sebesar Rp299 triliun yang lebih tinggi dari target dalam APBN sebesar Rp245 triliun. Kemudian juga meliputi penerimaan pajak sebesar Rp1.485 triliun yang lebih tinggi dari target APBN sebesar Rp1.265 triliun.
Tak hanya itu, rasio ini juga jauh lebih tinggi dibanding rasio perpajakan sepanjang 2017-2021 kecuali 2018 karena pada 2018 meningkat menjadi 10,24 persen karena Indonesia mengalami commodity boom.
Sementara pada 2019, harga komoditas mulai normal sehingga rasionya turun menjadi 9,77 persen dan pada 2020 kembali turun menjadi 8,32 persen karena penerimaan pajak terkontraksi 16,8 persen akibat COVID-19.
"Walau perekonomian kita baru tumbuh 3,7 persen pada 2021 namun rasio pajak meningkat cukup tajam dari 8,32 menjadi 9,12," tegasnya. (Antara)