Wacana Pelabelan BPA Hanya di Galon AMDK Dipertanyakan
- Pixabay
VIVA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) diimbau untuk lebih cermat dalam mengeluarkan kebijakan pelabelan Bisfenol-A (BPA) pada air minum kemasan guna ulang. Sebab, tak hanya galon yang kemasannya mengandung BPA.
Direktur Indonesia Food Watch, Pri Menix Dey mengatakan, apabila hendak mengimplementasikan pelabelan BPA secara mandatori, seharusnya berlaku pada seluruh produk makanan dan minuman (mamin).Â
Sebab menurutnya, risiko migrasi BPA paling tinggi justru ada pada makanan atau minuman kemasan kaleng, bukan pada kemasan air minum guna ulang berbahan polikarbonat.
"Karena galon polikarbonat bisa menahan risiko migrasi itu. Yang paling tinggi risiko migrasi BPA justru ada pada produk konsumsi kemasan kaleng," kata Menix dikutip dari keterangannya, Kamis, 9 Juni 2022.
Selain itu lanjutnya, rencana pelabelan BPA hanya pada Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) galon berbahan polikarbonat menguatkan kecurigaan banyak pihak perihal kuatnya tekanan politik dalam perumusan kebijakan ini. Apalagi perubahan kebijakan dilakukan dengan sangat tertutup.
Dia menegaskan, pelabelan dengan narasi diskriminatif itu pun telah masuk dalam rancangan revisi peraturan BPOM 31/2018 tentang Label Pangan Olahan yang belum mendapatkan pengesahan. Revisi peraturan BPOM No. 31/2018 tentang Label Pangan Olahan juga hanya fokus untuk pelabelan BPA terhadap kemasan galon berbahan Polikarbonat (PC).Â
Sebaliknya, rencana revisi aturan yang sama mengandung kejanggalan karena untuk produk air kemasan dengan galon sekali pakai berbahan PET dibolehkan menggunakan label bebas BPA.
Padahal menurutnya, galon sekali pakai yang diproduksi segelintir produsen AMDK itu menggunakan bahan Polietilena Tereftalat (PET). Kandungan kimia yang sama-sama berisiko tercemar bahan kimia asetaldehida dan etilen glikol dan mikroplastik.
"Ada apa dengan BPOM? Seharusnya ada keadilan atau regulasi yang berlaku umum dan tidak menyasar sektor tertentu. Tak berlebihan menyimpulkan bahwa BPOM berada dalam tekanan," ujarnya.
Menix menambahkan, berdasarkan kajian ilmiah, potensi migrasi BPA pada galon berbahan polikarbonat berada pada level 80 derajat celcius, sehingga masih memiliki daya tahan untuk menahan risiko tersebut.
Di sisi lain, polikarbonat banyak digunakan sebagai bahan dasar sejumlah perangkat kemasan produk makanan dan minuman kaleng, termasuk botol susu bayi. Bahan ini acap digunakan sebagai pelindung pada bagian dalam kemasan tersebut.
"Sangat aneh apabila BPOM hanya mewajibkan pelabelan BPA pada galon air minum," ujarnya.