Menkeu Sri Ungkap IsDB Waspadai Inflasi Tinggi Guncang Ekonomi Dunia

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sumber :
  • M Yudha P/VIVA.co.id

VIVA – Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menjelaskan soal munculnya risiko baru dampak dari terjadinya inflasi secara global. Tantangan ekonomi itu muncul akibat sejumlah dinamika dunia yang masih berlangsung hingga saat ini.

Rapimnas Kadin Bakal Tindaklanjuti Hasil Kunjungan Luar Negeri Prabowo hingga Bahas Upaya Dongkrak Ekonomi RI Tumbuh 8 %

Bahkan, dalam pertemuannya dengan pihak Islamic Development Bank (IsDB) beberapa waktu lalu, Sri Mulyani mengakui jika pembahasan mengenai risiko global itu juga dirasakan oleh semua pihak yang terlibat di dalamnya. Hal itu pun sampai menjadi bahan pembahasan dalam sesi governor roundtable.

"Di mana kita membahas mengenai munculnya risiko terutama dari sisi kenaikan inflasi, karena harga-harga energi dan pangan yang akan menyebabkan pengetatan dari moneter," kata Sri Mulyani dalam telekonferensi, Rabu, 8 Juni 2022.

Bea Cukai Soetta Musnahkan 289 Handphone Sitaan, Ada iPhone 16

Dia menambahkan, diskusi yang muncul di dalam sesi governor roundtable IsDB itu, menyangkut seberapa cepat dan seberapa ketat kebijakan moneter untuk menangani inflasi. Sebab, fenomena itu akan berdampak pada pelemahan dari sisi produksi.

"Termasuk yang kita prediksi di dalam pertemuan G20 nanti, bahwa pembahasan ini juga akan muncul," ujarnya.

Bursa Asia Anjlok Tertekan Kenaikan Inflasi Jepang

Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Photo :
  • VIVA/Anisa Aulia

Menkeu menjelaskan, dalam konteks inflasi global inilah akan dilihat dampak terhadap tingginya pengetatan yang akan dilakukan. Serta terhadap pelemahan ekonomi global yang akan terlihat ke seluruh dunia.

"Dan tentunya juga pada asumsi terhadap inflasi dan nilai tukar, yang nanti akan menghadapi kemungkinan terjadinya hal tersebut," kata Sri Mulyani.

Dalam pembahasan di IsDB itu, Menkeu juga mengatakan bahwa semua pihak sepakat jika pembahasan secara teknis mengenai masalah pertumbuhan dan tantangan global ini terkait inflasi di dunia saat ini, didominasi kontribusi dari sisi supply dibandingkan kontribusi dari sisi demand atau permintaan.

Implikasi kebijakannya adalah bahwa jika kebijakan makro yaitu fiskal dan moneter terlalu cepat atau ketat, yang tujuannya akan lebih cepat memengaruhi sisi permintaan, sebetulnya tidak akan menyelesaikan masalah di sisi supply-nya. Karena persoalan awalnya adalah dari sisi supply, yaitu dampak disrupsi pada sisi produksi akibat perang (Rusia-Ukraina) maupun pandemi COVID-19.

"Sehingga ini akan menjadi suatu tema terus-menerus dari sekarang hingga tahun 2023, karena dinamika antara demand dan supply dan instrumen mana yang dianggap paling pas atau paling tepat untuk bisa menyelesaikan potensi kemungkinan terjadinya stagflasi tanpa menimbulkan risiko ekonomi yang sangat besar. Ini yang akan menjadi tema di dalam kebijakan makro dan mikro, bahkan ke sektoral," kata Sri Mulyani.

"Inilah yang membuat kami (Kemenkeu) dan BI akan terus melakukan rekalibrasi dan melihat data yang akan memberikan guidance ke kita, apakah kita perlu untuk lebih cepat atau lebih lambat, lebih ambisius kuat ataupun lebih rendah, untuk melakukan adjusment dalam rangka menjaga keseimbangan antara stabilisasi yaitu inflasi yang diharapkan relatif rendah dan stabil, dan pertumbuhan yang kita harapkan akan terus tumbuh tinggi," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya