BUMN Diminta Sponsori Formula E Jelang Kegiatan, DPR: Namanya Nodong
- Istimewa
VIVA – Anggota Komisi VI DPR Deddy Yevri Sitorus mengatakan bahwa tidak ada keharusan bagi BUMN untuk menjadi sponsor kegiatan Formula-E.
Menurut Politikus PDIP tersebut, kegiatan sponsorship itu banyak pertimbangannya. Terutama seperti keterkaitan jenis kegiatan dan spektrum penonton target dengan bisnis atau produk BUMN itu sendiri.
Dan yang paling penting, kata Deddy, biasanya sponsorship yang berbiaya besar selalu melibatkan BUMN sasaran dengan penyelenggara kegiatan sejak awal perencanaan. Beda hal jika hanya sekadar kontribusi, dukungan pembiayaan, placement produk atau logo.
“Jadi menurut saya aneh kalau menjelang penyelenggaraan, panitia Formula-E melempar polemik soal tidak adanya sponsorship dari BUMN,” kata Deddy dalam keterangannya kepada media, Jumat, 3 Juni 2022.
Deddy justru mempertanyakan Apakah BUMN yang ditarget oleh panitia Formula-E, sejak awal diajak bicara tentang konsep bisnis sponsorship-nya.
“Misalkan saja jika yang dimaksud itu adalah BUMN perbankan, apakah sejak awal mereka ditawarkan sebagai marketing tiket atau placement logo mereka di semua merchandise atau arena balap Formula-E itu?” kata Deddy.
“Atau contoh lain Pertamina, apakah diminta menjadi sponsor tertentu dengan memakai produk yang dihasilkan Pertamina Lubricant misalnya? Jika tidak, tentu akan berat bagi BUMN untuk berpartisipasi sebagai sponsor karena hitungannya jelas bisnis sense dan ada aturannya,” tambah Deddy.
Menurut Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Kalimantan Utara ini, tidak tepat jika dalam waktu satu bulan, apalagi dua hari sebelum penyelenggaraan, panitia baru mengeluh soal sponsorship.
Deddy membandingkan dengan kepanitiaan balap MotoGP Mandalika. Di mana sebelumnya BUMN sejak awal sudah terlibat. Bahkan leading atau yang memimpin dalam desain bisnis dari event tersebut, adalah dari BUMN Pariwisata, Perbankan hingga Pertamina.
“Nah ini kok tiba-tiba di Formula E, minta BUMN jadi sponsor dengan alasan agar BUMN hadir untuk Indonesia,” kata Deddy.
“Sejak awal hajatan Formula-E itu murni keinginan Gubernur DKI yang dirancang menggunakan APBD. Kalau setiap Gubernur dan Kepala Daerah di Indonesia bikin event lalu menjelang kegiatan dilaksanakan minta BUMN jadi sponsor, itu namanya nodong,” imbuhnya.
Menurut Deddy, seharusnya tidak bisa mendesak BUMN yang baru keluar dari beratnya masa pandemi, untuk menjadi sponsor dari ego setiap kepala daerah. Sebab harus dipahami, BUMN adalah badan usaha. Sehingga, Sponsorship itu juga ada unsur murni perhitungan bisnis.
“Jadi bukan kegiatan karikatif atau kegiatan sosial, harus dibedakan dengan sumbangan atau donasi,” ujarnya.
Oleh karena itu Deddy meminta agar panitia Formula-E agar tidak membangun wacana negatif untuk menutupi ketidakmampuan mereka melakukan penggalangan dana.
“Tetapi kalau memang dananya sudah cukup, jangan memaksa BUMN jadi sponsor tetapi cukup sebagai donatur atau penyumbang, itu baru masuk akal,” kata Deddy.