Harga Batu Bara Meroket, Ini Penyebab dan Dampaknya Bagi Emiten

Ponton besar bermuatan ribuan ton batu bara. (Ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA/MTohamaksun.

VIVA – Harga batu bara kembali melonjak hingga melesat dan kembali menembus kisaran level US$400 per ton. Bahkan, harga batu bara pada perdagangan Rabu 18 Mei 2022 kemarin di pasar ICE Newcastle (Australia), ditutup di level US$407 per ton atau menguat 1,8 persen dibandingkan penutupan kemarin.

Perang Bintang AS dan China

Saat dikonfirmasi, Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi menjelaskan, salah satu faktor utama yang membuat harga batu bara meroket adalah akibat tingginya permintaan dari India, yang saat ini tengah diterpa cuaca panas ekstrem.

"Dan saat ini mereka (India) masih kekurangan pasokan batu bara, karena sebagian batu bara yang diimpor India itu sebelumnya berasal dari Rusia," kata Ibrahim saat dihubungi VIVA, Kamis 19 Mei 2022.

Zelensky Ingin Akhiri Perang Ukraina-Rusia dengan Diplomasi Tahun Depan

Baca juga: Harga Emas Hari Ini 19 Mei 2022: Global Stagnan, Antam Naik

"Tapi pada saat Rusia mendapatkan sanksi ekonomi (akibat konflik geopolitik), ini yang membuat impor batu bara India mengalami suatu hambatan," ujarnya.

Impor Susu Indonesia hingga Oktober 2024 Capai 257,3 Ribu Ton

Ibrahim menambahkan, hal itulah yang membuat India kekurangan stok batu bara, dan mengalihkan sumber pasokan impornya dari Australia dan Indonesia. Namun, hal itu pun masih belum mampu mencukupi kebutuhan impor India, salah satunya karena Indonesia sendiri memiliki kebijakan terkait domestic market obligation (DMO).

"Sementara saat ini mereka (India) hanya bisa mengimpor dari Indonesia dan Australia. Namun, Indonesia sendiri juga mematok DMO 30 persen, sehingga para pengusaha batu bara tidak bisa ekspor jor-joran," kata Ibrahim.

Limbah FABA (Fly ash and Bottom ash) dari hasil pembakaran batu bara

Photo :
  • vstory

Dia menjelaskan, kondisi ini jelas tidak menguntungkan bagi India, karena saat permintaan batu bara sangat tinggi justru sumber pasokannya sangat terbatas. 

"Apalagi India sangat membutuhkan impor batu bara untuk PLTU-PLTU mereka, agar bisa menyalakan pendingin di tengah cuaca panas ekstrem yang mereka alami," ujar Ibrahim.

Saat ditanya apakah ketentuan soal DMO batu bara menjadi kendala bagi emiten-emiten batu bara untuk meraup keuntungan atau cuan, Ibrahim pun menyangkal hal tersebut. Sebab, sebenarnya para emiten produsen batu bara itu masih bisa meraup cuan di tengah meroketnya emas hitam tersebut, meskipun tidak bisa terlalu signifikan.

"Mereka tetap bisa meraup cuan. Cuma kan kenaikannya tidak terlalu signifikan dibandingkan sebelumnya, di mana ekspor masih bisa dilakukan secara jor-joran. Sebab mereka memiliki kewajiban DMO 30 persen sehingga mereka tidak bisa lagi melakukan ekspor batu bara secara jor-joran," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya