Susun Kebijakan IHT, Pemerintah Diminta Berpihak ke Petani dan Pekerja
- ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
VIVA – Pemerintah diminta bersikap independen dan memperhatikan kesejahteraan para petani tembakau serta pekerja dalam mengambil kebijakan terkait industri hasil tembakau (IHT). Sebab IHT dinilai telah memberikan kontribusi yang besar bagi negara.
Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPR RI Nur Nadlifah mengatakan, saat ini banyak pihak yang mendorong pemerintah untuk mengambil kebijakan yang mengancam keberlangsungan industri hasil tembakau melalui kampanye-kampanye hitam antitembakau. Padahal, lanjut Nur, seringkali kampanye-kampanye yang dilakukan tak berdasar dan tanpa data.
Menurut dia, dorongan ini akan mematikan industri hasil tembakau karena tujuan mereka adalah menghancurkan keberadaan tembakau dengan menggencarkan berbagai tuduhan yang belum tentu faktual dan bahkan menyudutkan.
“Seakan-akan industri ini adalah sebuah dosa besar. Hal tersebut sangat tidak pantas mengingat jutaan masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya pada industri ini," ujarnya dikutip dalam keterangan tertulis, Kamis 28 April 2022.
Nur pun meminta pemerintah mampu untuk tidak diintervensi oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan tetap menjaga independensi. Sebab, mata rantai industri ini sangat masif.
“Tidak ada negara lain yang model sektor pertembakauannya seperti di Indonesia karena jenis rokok kretek itu budaya asli kita. Tekanan di satu sisi pasti akan berdampak pada seluruh ekosistem industri. Maka itu, kita harus ingat dan memegang teguh netralitas dalam proses penyusunan kebijakan. Jangan mau diintervensi atau diprovokasi,” kata Nur.
Nur menjelaskan, kampanye-kampanye hitam tersebut sudah sangat memprihatinkan dan menyakiti hati jutaan rakyat yang menggantungkan nasibnya pada IHT, termasuk para petani dan pekerja. Padahal, industri ini telah membantu negara melalui penyerapan tenaga kerja.
Serap Tenaga Kerja
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian tahun 2019, IHT telah menyerap sebanyak 5,98 juta tenaga kerja. Selain itu, data Badan Pusat Statistik tahun 2019 juga menyebutkan bahwa 89% dari seluruh pekerja di sektor pengolahan tembakau adalah pekerja perempuan, yang mayoritas adalah lulusan SD atau SMP.
Kepiawaian ibu-ibu pelinting sigaret kretek tangan (SKT) merupakan keahlian yang unik dan berperan besar dalam proses produksi. Setiap pekerja mampu melinting 3.000-3.500 SKT per hari.
Pada awalnya, banyak pekerja yang memilih profesi ini untuk menambah pendapatan rumah tangga dan mendukung perekonomian keluarga. Pada saat pandemi menghantam Indonesia, para pekerja perempuan ini justru menjadi andalan keluarga. Mereka mengambil alih peran para suami sebagai tulang punggung keluarga karena tidak sedikit dari suami-suami mereka yang menjadi korban PHK.
Nur juga menambahkan kontribusi IHT terhadap negara tidak hanya sebatas penyerapan tenaga kerja, akan tetapi juga penerimaan negara melalui cukai hasil tembakau (CHT) yang sangat diandalkan pemerintah, khususnya di kala perekonomian negara melambat akibat pandemi dan saat ini sedang berupaya untuk pulih. Pada tahun 2021 saja, IHT menyumbang senilai Rp188,81 triliun ke pendapatan negara melalui cukai.
“Kontribusinya besar sekali kepada negara. Oleh karena itu, pemerintah diminta hati-hati mengambil kebijakan terkait industri ini. Jangan sampai ada intervensi dari pihak tertentu. Pemerintah harus berpihak ke petani dan pekerja, apalagi pekerja linting SKT. Saya melihat semangat Kartini yang luar biasa pada mereka.” tuturnya.