APBN Kuartal I 2022 Surplus Rp10,3 Triliun, Pendapatan Naik
- VIVA/Anisa Aulia
VIVA – Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir Maret 2022 atau kuartal I mengalami surplus sebesar Rp10,3 triliun, atau 0,06 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)
Surplus itu disebut menunjukkan hal yang positif dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Saat itu, APBN mengalami defisit sangat dalam sebesar Rp143,7 triliun.
“Jadi tahun lalu udah defisit 0,85 persen dari PDB kita di posisi bulan Maret. Tapi di tahun ini kita masih surplus di 0,06 persen dari PDB,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dari telekonferensi, Rabu 20 April 2022.
Selain APBN yang mengalami surplus, Sri mengatakan, realisasi sampai dengan akhir Maret, keseimbangan primer juga mengalami surplus sebesar Rp94,7 triliun.
“Ini prestasi yang luar biasa karena tahun lalu itu defisit Rp65,3 triliun artinya pembalikan 245 persen balik secara cepat dan kuat,” terangnya.
Sementara itu, dari surplus-nya APBN di kuartal I ini maka pembiayaan utang Indonesia merosot tajam. Hingga Maret 2022, tercatat pemerintah hanya mengeluarkan Rp134,4 triliun. Di mana pada tahun 2021 pemerintah mengeluarkan lebih dari Rp332,8 triliun.
“Jadi pembiayaan utang merosot atau turun tajam yaitu 58,1 persen. Nah ini surplus pembiayaan utangnya merosot tajam yang menggambarkan bahwa APBN kita mulai pulih kesehatannya. Dan ini bagus,” ujarnya.
Pendapatan hingga Maret Capai Rp501 Triliun
Selain itu, juga tercatat bahwa pendapatan negara hingga Maret 2022 sebesar Rp501,0 triliun atau tumbuh 32,1 persen dibandingkan tahun lalu yang hanya sebesar Rp379 triliun.
Pada pajak sebesar Rp401,8 triliun atau tumbuh 38,4 persen secara year on year (yoy). Kemudian untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp99,1 triliun atau 11,8 persen.
Sedangkan untuk belanja negara Sri Mulyani mengatakan masih perlu untuk dipacu. Karena belanja negara sebesar Rp490 triliun atau turun 6,2 persen. Bahkan pada belanja pemerintah pusat juga turun sebesar 10,3 persen.
“Bahkan belanja K/L lebih dalam lagi 25,6 persen. Ini artinya para kementerian dan lembaga perlu memacu dari sisi rencana belanja mereka,” tegasnya.