Sri Mulyani Curhat Sulitnya Membagi DBH pada Daerah
- istimewa
VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menceritakan, kesulitan yang dialaminya sebagai bendahara negara. Kesulitan terjadi pada pengalokasian dana bagi hasil kepada daerah yang ada di Indonesia.
Adapun Sri Mulyani mencontohkan, saat ini harga Crude Palm Oil (CPO) dan harga minyak sedang mengalami kenaikan harga yang tinggi. Di mana menurutnya anggaran yang ditetapkan Undang-Undang selalu lebih rendah.
“Asumsi APBN untuk harga minyak hanya 64 dolar atau 63 dolar, harga minyak sekarang 100 dolar. Nah ini semua menyebabkan seolah-olah pemerintah pusat mendapatkan penerimaan lebih tinggi waktu harganya lebih tinggi,” ujarnya dalam acara Sosialisasi UU HKPD No 1 Tahun 2022, Jumat 25 Maret 2022.
Baca juga: Jokowi Ancam Reshuffle Menteri yang Doyan Belanja Impor
Namun lanjutnya, saat akan dibagi hasilkan kepada daerah selalu hitungan yang dilakukan kurang bayar, lebih bayar. Bila situasi yang dialami sedang berbeda maka yang paling terkena adalah APBN dan pemerintah pusat yang sangat terkena dampaknya.
“Kalau situasinya berbeda APBN diasumsikan katakanlah harga minyaknya 70 dolar, ternyata harganya jatuh seperti tahun 2020 lalu. Harusnya kan yang dibagi hasilkan merosot, daerah pasti juga akan syok penerimaan negara jatuh. Untuk membayar lebih dan kurang bayar ini kami di pemerintah pusat yang melakukan yang tadi disebutkan syok absorbernya atau peredam kejut,” jelasnya.
Dengan hal itulah, Ani sapaan akrabnya mengatakan dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) dilakukan beberapa perbaikan. Salah satu perbaikannya yaitu, untuk alokasi ditetapkan T minus 1.
“Jadi kalau tahun ini harga minyak tinggi pasti tahun depan Riau akan dapat dana bagi hasil lebih tinggi. Itu berarti kami di pemerintah pusat yang harus menahan syoknya ini. Jangan sampai menerima sekarang tinggi kemudian duitnya habis,” tegasnya.
Sementara itu, dia mengatakan saat ini permintaan sedang tinggi, khususnya di subsidi terjadi kenaikan, diantaranya listrik, LPG, BBM, dan pangan. Hal yang menyebabkan kenaikan tersebut akibat dari ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina.
“Kalau penerimaan yang banyak ini semuanya habis kita keluarkan untuk subsidi tahun depan. Waktu harus membayarkan Bapak dan Ibu sekalian dalam bentuk dana bagi hasil itukan pemerintah pusat harus mendapatkan dananya,” jelasnya.
Dari hal itu, maka pemerintah pusat harus terus menjaga. Ani berharap daerah memiliki kepastian dan kemampuan untuk mengantisipasi perubahan yang kadang-kadang terjadi begitu cepat.