Teknologi Baterai Kian Maju, PLN Perkirakan 2028 EBT Meningkat Pesat
- Tangkapan layar.
VIVA – PT PLN (Persero) memproyeksikan pengembangan pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) akan mengalami peningkatan besar di 2028. Hal itu disebabkan oleh kemajuan teknologi baterai yang semakin murah.
Executive Vice President Pelayanan Pelanggan Retail PLN, Munief Budiman mengatakan memperkirakan di 2040 setelah kenaikan besar itu, juga akan terjadi kenaikan secara eksponensial. Dan di 2045 juga posisi EBT akan mendominasi total pembangkit.
“Dekade berikutnya seluruh pembangkit listrik di Indonesia berasal dari EBT,” jelas Munief dalam keterangannya, Kamis 24 Maret 2022.
Munief menuturkan, PLN juga berkomitmen untuk mendukung pemerintah dalam mencapai target bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025. Hal itu ditunjukkan pada pilar transformasi green PLN. Untuk transformasi di pilar green dilakukan dengan meningkatkan EBT secara pesat dan efisien.
“Green breakthrough kami adalah implementasi RJPP 2019-2024, launch green booster 3,5 GW, dan launch large scale renewable energy,” katanya.
Adapun di 2015-2019, PLN telah memiliki forecast demand dari kebutuhan tenaga listrik yang cukup tinggi. Dan itu akan menjadi dasar PLN menyiapkan infrastruktur untuk respon pertumbuhan yang tinggi. Namun, pada 2016-2017 pertumbuhan tenaga listrik tidak seperti yang diharapkan. Padahal pada 2015 sudah ada komitmen pembangunan proyek IPP yang sudah berjalan.
“Ini menjadi hal yang harus kita antisipasi. Pada 2019 estimasi diupayakan dikoreksi. Pada 2021 estimasi demand dari 361 TWh, dikoreksi jadi 279 TWh. Target 2022 estimasi demand 392 TWh, dikoreksi jadi 300 TW,” jelasnya.
Ia menjelaskan, saat ini sebaran sistem kelistrikan secara nasional surplus sangat tinggi di atas 30-40 persen. Bahkan ada yang 109 persen di sistem Nias, untuk Jawa-Bali surplus sebesar 50 persen.
“Hanya ada beberapa di sistem khatulistiwa yang sistem reserve margin-nya 9 persen. Ini menunjukkan cadangan kapasitas listrik banyak yang belum terutilisasi. PLN perlu arif dan bijaksana agar kapasitas ini bisa dimanfaatkan dan bisa ikut berpartisipasi dalam pengembangan EBT,” imbuhnya.
Dengan kondisi surplus pasokan listrik tersebut merupakan sebuah dinamika dari adanya proses perkembangan teknologi yang cepat dan masif. PLN mempunyai program strategis, tidak hanya ketahanan energi tapi juga perlu dilakukan kemandirian.
“Untuk kemandirian energi dengan program electrifying lifestyle. Seperti penggunaan kendaraan listrik, dan kompor listrik. Ini upaya untuk menyerap reserve margin yang tersedia. Mudah-mudahan kapasitas berlebih bisa secara baik terserap,” kata Munief.
Sementara itu, Direktur Aneka EBT Kementerian ESDM Andriah Feby Misna mengatakan, untuk sektor energi pemanfaatan EBT menjadi hal yang sangat kritikal untuk transisi energi. Pada 2060 pemanfaatan pembangkit 60 persen akan berasal dari energi surya.
“Kalau bicara PLTS atap yang menjadi salah satu program untuk mencapai target 23 persen, maka pada 2025 ditargetkan terpasang 3,6 GW. 2025 harapan kami sektor industri mempunyai peran cukup tinggi untuk mengimplementasikan PLTS atap,” ujarnya.
Perkembangan PLTS atap tercatat signifikan. Pada dua bulan pertama 2022, ada 5.321 pelanggan baru dan kapasitas 59,84 MWp atau sebesar 13,3 persen dari target 2022. Berdasarkan sebaran lokasi pelanggan PLTS mayoritas berasal dari Jawa dan Bali.
Sedangkan untuk kategori pelanggan, jumlah pelanggan PLTS atap paling tinggi berasal dari pelanggan rumah tangga, yakni sekitar 4.175 pelanggan.
“Berdasarkan kapasitas PLTS atap, paling tinggi berasal dari pelanggan industri 17,7 MW. Ini kami harapkan bisa terus didorong ke depannya,” ungkapnya.