Asosiasi Industri AMDK Diminta Percayakan Penuh ke BPOM soal Label BPA

Air kemasan galon guna ulang.
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (Aspadin) diminta untuk tidak mengintervensi tugas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Khususnya terkait dengan rencana membuat aturan pelabelan potensi bahaya Bisfenol A atau BPA, bahan kimia.

Jelang Rapimnas Kadin, Forum ALB Tampung Keluhan Pengusaha

FMCG Insights mengungkapkan, bahan baku galon tersebut bisa menyebabkan kanker dan kemandulan, karena berbahan polikarbonat atau bahan plastik keras.

“Apalagi asosiasi itu sampai mengeluarkan pernyataan ‘sapu jagat’ yang menjamin seratus persen bahwa air minum dalam galon guna ulang aman dikonsumsi,” kata Koordinator Advokasi FMCG Insights, Willy Hanafi, dikutip dari keterangannya Rabu, 2 Maret 2022.

Hadirkan Produk Percantik Hunian, Pameran Furniture Plastik Rumah Tangga Dihelat Serentak di 37 Lokasi

Menurut Willy, Aspadin sebagai lobi dagang industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), sebaiknya membiarkan BPOM berkonsentrasi menjalankan amanatnya sesuai undang-undang dan peraturan. Sebagai, lembaga Pemerintah yang berwenang mengawasi mutu dan keamanan pangan di Indonesia.

Dia menegaskan, BPOM pasti telah memiliki kajian mendalam, pertimbangan matang dan antisipasi akan masa depan. Sehingga sampai mempertimbangkan untuk membuat aturan pelabelan potensi bahaya BPA pada manusia.

Industri Plastik dan Karet Indonesia Didorong Akselerasi Penerapan Ekonomi Hijau

“Janganlah pengusaha sedikit-sedikit mengintervensi kerja serta tugas lembaga Pemerintah dalam urusan yang sangat penting ini,” ujar mantan Direktur LBH Bandung ini.

Sebelumnya, Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Rita Endang, mengungkap bahwa pihaknya menemukan sejumlah kecenderungan mengkhawatirkan terkait luluhnya BPA pada galon guna ulang yang
berbahan polikarbonat. 

Penemuan itu, menurut laporan tersebut, berdasarkan atas uji sampel postmarket yang dilakukan BPOM selama periode 2021- 2022 di seluruh Indonesia. Hasilnya adalah kelompok rentang bayi usia 6-11 bulan berisiko terpapar BPA 2,4 kali dari batas aman sementara anak-anak (usia 1-3 tahun) 2,12 kali.

Menurut Rita, BPOM mulai merencanakan revisi pelabelan BPA pada galon berbahan polikarbonat antara lain karena belajar dari tren di banyak
negara. Di sejumlah negara, galon berbahan polikarbonat sudah dilarang beredar jika tidak mencantumkan label peringatan potensi bahaya BPA.

Negara Bagian California di Amerika Serikat misalnya telah menerapkan aturan tersebut sejak 2015. Berdasarkan itulah, Willy mengingatkan, industri air kemasan yang masih menggunakan galon berbahan polikarbonat, yang mana berisiko
mengalami peluruhan BPA.

Karenanya, Willy menyesalkan pihak asosiasi yang terlalu cepat menuding wacana pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang sebagai bagian dari kampanye hitam atau hoaks terhadap industri. Bahkan, pihak asosiasi, menurut Willy, sampai menyatakan rancangan peraturan BPOM dimaksud terkesan telah membenarkan kampanye hitam atau hoaks.

“Percayakan persoalan ini kepada BPOM, sehingga mereka bisa mengerjakan tugas dan fungsi mereka dengan baik,” tegas Willy. 

“Jika kita tak percaya pada BPOM, siapa lagi yang harus kita percayai untuk mengawasi mutu dan keamanan pangan di negeri ini,” tambahnya. 

Willy juga mengaku heran kepada asosiasi yang selalu mengaitkan wacana pelabelan BPA dengan isu sampah plastik. Padahal, menurutnya, jika aturan pelabelan BPA pada galon guna ulang terbit, sampah plastik tidak sekonyong-konyong bertambah banyak.

Air kemasan galon guna ulang.

Photo :
  • Pixabay

"Persoalan polusi sampah plastik AMDK yang menjadi keprihatina nasional berlatar banyak hal, termasuk tingginya produksi kemasan ukuran gelas yang notabene lebih mudah tercecer dan mengotori lingkungan," kata Willy.

Aturan pelabelan BPA itu sama sekali tidak akan melarang penggunaan galon guna ulang, tapi hanya melabelinya agar konsumen mendapat informasi menyeluruh. 

“Informasi yang benar dan pasti tentang suatu produk merupakan hak konsumen yang dijamin dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen. Jadi jangan ditutupi atau dikurangi," tambahnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya