Curhat Produsen Tempe Tahu Terpaksa Mogok Produksi
- Andrew Tito/VIVA.
VIVA – Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu (Gakoptindo), Aip Syarifuddin mengatakan, para pengrajin tempe tahu di seluruh wilayah pulau Jawa menyatakan mogok kerja tidak melakukan produksi tahu tempe terkait kenaikan harga kedelai.
Aip mengatakan, di awalnya hanyalah pengrajin yang yang ada di Jakarta saja yang melakukan mogok produksi. Namun karena kenaikan harga kedelai juga di rasakan di berbagai daerah di pulau Jawa, para pengrajin wilayah lain akhirnya ikut berpartisipasi dalam mogok kerja produksi tersebut.
"Makanya kebersamaan persatuan dalam koperasi itu akhirnya kami se-Jawa akan melakukan mogok," ujar Aip dikonfirmasi VIVA, Senin, 21 Februari 2022.
Mogok kerja produksi yang dilakukan oleh para pengrajin dikatakan Aip, sudah di lakukan sejak Sabtu kemarin. Di mana produksi untuk membuat tahu dan tempe, para pengrajin menghabiskan waktu selama tiga hari.
"Maka Sabtu, Minggu, Senin. Jadi Senin itu sudah tidak ada tempe yang jadi," ujarnya.
Aip mengatakan, para pekerja menuntut kenaikan harga tahu dan tempe yang sudah di produksi dan diseimbangankan dengan harga beli kedelai yang sangat mahal tersebut. Agar para pengrajin mendapatkan keuntungan yang memadai.
Sementara itu masalah kedelai impor yang didatangkan dari luar negeri membuat sakit hati para pengrajin tahu-tempe. Lantaran harga kedelai impor diketahui sangat mahal dan sangat berbeda dengan harga kedelai lokal.
Dia merinci, para pengrajin tahu-tempe membeli kedelai impor bahan baku kedelai impor untuk produksi tempe dan tahu yang harganya kini mencapai Rp11.000 hingga Rp11.300 per kilogram. Harga itu pun diprediksi masih dapat melonjak sesuai harga global.
Aip mengatakan, para produsen bukan tidak mau menggunakan kedelai lokal. Tapi tak bisa dan juga kedelai lokal tidak ada di pasaran.
"Kedelai lokalnya enggak ada (di pasaran). Produksinya sekitar 300 ribu ton satu tahun, sementara kebutuhan kita ini 3 juta ton satu tahun," ujarnya.
Aip menjelaskan berdasarkan data perhitungannya, hingga kini 2,6 juta kebutuhan kedelai Indonesia dalam setahun, mau tidak mau harus gunakan kedelai impor. Sehingga saat harga global naik, produsen tempe dan tahu pun berdampak.
Di sisi lain, diketahui kedelai lokal disebut mempunyai kandungan gizi lebih baik ketimbang kedelai impor negara Amerika, Brazil, dan Argentina yang menguasai pasar global.
"Cocok, cocok sekali. Padahal kedelai lokal gizinya lebih bagus dari kedelai impor, untuk tempe, tahu. Intinya kedelai lokal lebih bagus gizinya, protein, dan lainnya dari kedelai impor," ujarnya.
Masalah ketersediaan bahan bakau kedelai untuk produksi tahu tempe dalam negeri kata Aip, sudah menjadi bahan bahasan lama. Namun, hingga kini masih juga belum diselesaikan oleh Pemerintah.
"Masalah lama ini kan sebenarnya kenapa produksi tahu tempe kita yang ada dulu dalam negeri malah pakai kedelai impor, dan ini masih belum diselesaikan pemerintah." ujarnya.