Indef Sebut Capaian Pajak 2021 Sifatnya Jangka Pendek

Gedung Direktorat Jenderal Pajak
Sumber :
  • panoramio

VIVA – Penerimaan pajak Indonesia hingga 31 Desember 2021 mencapai Rp1.277,5 triliun atau 103,9 persen dari target APBN 2021 sebesar Rp1.229,6 triliun.

Sri Mulyani Tugasi Wamenkeu Anggito Kejar Pajak Underground Economy

Kepala Center of Macroeconomics and Finance dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), M. Rizal Taufikurahman mengakui, jika dilihat dari sisi penerimaan negara, capaian pajak di 2021 itu memang mengalami kenaikan cukup signifikan.

"Ini juga tentu menggambarkan adanya akselarasi dari pajak kita," kata Rizal dalam telekonferensi, Selasa 8 Februari 2022.

Sri Mulyani Akui 2024 Jadi Tahun Berat Capai Target Penerimaan Pajak

Contoh pajak langsung.

Photo :
  • U-Report

Namun, Rizal menegaskan bahwa penerimaan pajak yang melampaui target ini bukan berasal dari adanya penerimaan pajak atas aktivitas dan kinerja ekonomi, serta struktur ekonomi domestik. Melainkan, hal itu berasal dari faktor luar, yaitu adanya kenaikan harga komoditas ekspor di pasar global.

Pemerintah Akan Luncurkan Sistem Coretax, DPR: Permudah Masyarakat Bayar Pajak

"Bagi negara kita, ini tentu masih sangat rentan secara stabilitas dari positioning harga (komoditas) ini. Oleh karena itu, maka tentu ini sifatnya masih jangka pendek dan juga tidak sustainable," ujarnya.

Rizal mengatakan bahwa kondisi seperti ini sama persis dengan yang terjadi di tahun 2008 lalu. Sehingga, sebenarnya Indonesia memang diuntungkan dengan adanya kenaikan harga komoditas di pasar global saat ini, yang membuat ketercapaian pajak akhirnya bisa tercapai.

"Karena semenjak tahun 2009 sampai 2020 itu (target penerimaan pajak) belum pernah tercapai atau shortfall," kata Rizal.

Pemerintah Jangan Terlena

Meski demikian, Rizal mengingatkan agar pemerintah Indonesia jangan sampai terlena dengan kenaikan harga komoditas yang ikut mendorong penerimaan pajak di 2021 ini. Karena, hal itu tidak menggambarkan kondisi struktur ekonomi nasional bekerja secara optimal.

Apalagi, jika dilihat dari sisi kinerja nilai ekspornya, ternyata memang posisi komoditas yang lebih banyak menopang hal tersebut berasal dari komoditas batu bara, produk logam dasar, dan minyak sawit. Oleh karena itu, penerimaan pajak tentunya juga menjadi sangat rentan terhadap dinamika perubahan harga-harga komoditas tersebut.

Karenanya, lanjut Rizal, seharusnya pemerintah jangan hanya mengandalkan kenaikan harga komoditas ini menjadi prioritas, dalam mendongkrak fiskal melalui penerimaan pajak. Alih-alih hanya bergantung pada pajak khusus untuk ekspor atau perdagangan ini, pemerintah tentunya juga harus memanfaatkan sektor pajak lainnya.

"Ini tentunya harus menjadi perhatian khusus dan fokus bagi pemerintah, agar kebijakan fiskal itu betul-betul mampu mendongkrak kinerja ekonomi di domestik kita. Agar aktivitas ekonomi kita itu jauh lebih optimal, bahkan bisa men-drive nilai tambah dari kinerja sektor yang ada," kata Rizal.

"Ini juga harus menjadi catatan penting dari sisi penerimaan, agar kita juga tidak melulu berharap pada pajak perdagangan. Padahal kita juga ada pajak yang lain. Jadi kalau kita lihat dari penerimaan negara atas pajak perdagangan ini, memang semuanya dikarenakan faktor global yang notabene saat ini diuntungkan oleh recovery ekonomi pascapandemi COVID-19 di Eropa," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya