Bank Dunia Ramal Hanya 4 Negara Berkembang yang Ekonominya Pulih 2022

Mari Elka Pangestu.
Sumber :
  • Tangkapan layar.

VIVA – Bank Dunia memproyeksikan negara-negara dengan pasar yang besar yang ekonominya sedang berkembang (emerging market), tumbuh lebih lambat saat pandemi melanda. Berbanding terbalik dengan pertumbuhan sebelum pandemi yang cenderung lebih cepat dibanding negara maju.

Kepada CNN Ketum Kadin Anindya Bakrie Tegaskan Kerja Sama Ekonomi RI-AS Akan Saling Menguntungkan

Bahkan, Direktur Pelaksana Bank Dunia Mari Elka Pangestu mengatakan, pada 2022, hanya empat dari 10 ekonomi pasar berkembang yang akan pulih kembali ke tingkat pertumbuhan sebelum pandemi. Sehingga total keseluruhan pertumbuhan negara emerging market kemungkinan hanya akan sebesar 4,6 persen pada 2022 dan melambat menjadi 4,4 persen pada 2023.

"Apa yang kita alami adalah pemulihan yang tidak merata, dan perlambatan akan menyebabkan ketidaksetaraan baik antarnegara maupun di dalam negara," ungkap Mari dalam B20 Indonesia Inception Meeting di Jakarta, Kamis, 27 Januari 2022.

Praktisi Pemasaran Ungkap Dampak Buruk Kemasan Rokok Tanpa Merek

Angka proyeksi tersebut, ucap Mari, cukup jauh dengan rata-rata pertumbuhan negara emerging market sebelum masa pandemi yang sebesar 5,1 persen. Sementara itu, sembilan dari 10 negara maju akan mendapatkan kembali pertumbuhan ekonomi sebelum masa pandemi pada 2022.

"Ceritanya benar-benar berbeda dengan negara-negara emerging market yang tertinggal dalam pemulihan dan memiliki pertumbuhan yang lebih lambat," katanya.

Cara PNM Dorong Pemberdayaan Ekonomi Gen Z

Dengan demikian, ia menuturkan negara-negara maju akan tumbuh 3,8 persen pada 2022, meski sedikit melambat menjadi 2,3 persen pada  2023.

Namun, pertumbuhan tersebut masih akan cukup untuk memulihkan output produk domestik bruto (PDB) dan investasi negara maju. Apalagi lanjutnya, pemulihan yang sangat kuat pada tahun 2022 hingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut mencapai lima persen.

Mari Elka Pangestu

Photo :
  • Istimewa

Peran swasta

Lebih lanjut Mari mengatakan, sebuah negara tak akan bisa pulih dari pandemi tanpa pertumbuhan sektor swasta. Sehingga seluruh perusahaan baik kecil maupun besar harus bisa terus didukung saat ini.

"Akses dukungan kebijakan hampir dua kali lipat sejak bulan-bulan awal pandemi, tetapi masih diberikan secara tidak merata di berbagai dunia," ujar Mari.

Lebih lanjut menurutnya, hanya setengah perusahaan di berbagai negara berpenghasilan rendah yang bisa mendapatkan keuntungan dari bantuan publik. Yang, kemungkinan disebabkan oleh keterbatasan ruang fiskal negara berpenghasilan rendah dibandingkan dengan negara ekonomi berpenghasilan tinggi, menengah dan tinggi, serta menengah ke atas.

Dengan demikian, ia menilai usaha mikro dan kecil di negara-negara berpenghasilan rendah pun bahkan memiliki kemungkinan kecil untuk menerima dukungan publik.

"Jadi saat kita keluar dari krisis, sangatlah penting untuk mengurai masalah ini. karena sektor swasta yang dinamis dibutuhkan di pasar negara berkembang untuk memimpin pemulihan ekonomi," tegasnya.

Maka dari itu, dalam jangka pendek dukungan kebijakan untuk sektor swasta akan segera membantu mengatasi tantangan likuiditas. Untuk menjaga perusahaan dan membatasi kemungkinan penutupan dan kebangkrutan.

Namun di sisi lain, sangat penting untuk melindungi kemampuan sektor keuangan untuk terus memberikan pinjaman kepada perusahaan. Baik kecil maupun besar dengan layak, terutama untuk memperkuat kerangka restrukturisasi dan kebangkrutan. (Ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya