Cara Holding PTPN Genjot Produksi Gula Nasional 1,8 Juta Ton pada 2025
- Dokumentasi Holding PTPN III.
VIVA – Holding Perkebunan Nusantara PTPN III melakukan restrukturisasi bisnis gula sebagai langkah strategis untuk menjawab tantangan ketahanan gula nasional. Ketahanan gula nasional kini menjadi salah satu fokus utama perseroan.
Saat ini Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) memiliki tanggung jawab dalam melipatgandakan produksi gula menjadi 1,8 juta ton. Untuk mendukung swasembada gula konsumsi tahun 2025, sekaligus menyejahterakan petani tebu rakyat.
Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) M Abdul Ghani mengungkapkan, langkah strategis yang telah dilakukan Holding Perkebunan Nusantara adalah membentuk PT Sinergi Gula Nusantara pada 17 Agustus 2021 yang lalu.
PT Sinergi Gula Nusantara merupakan gabungan tujuh anak perusahaan pengelola perkebunan tebu, yaitu PTPN II di Sumatera Utara, PTPN VII di Lampung, PTPN IX di Jawa Tengah, PTPN X, PTPN XI, dan PTPN XII di Jawa Timur, serta PTPN XIV di Sulawesi Selatan.
Dia menjabarkan, pembentukan PT SGN ini memiliki 3 inisiatif utama. Yaitu Modernisasi Pabrik Gula, Intensifikasi melalui peningkatan produktivitas, serta Ekstensifikasi Lahan dengan cara sinergi BUMN dan program kemitraan dengan petani tebu.
“Dengan demikian, persoalan disparitas kinerja pabrik gula PTPN dapat terselesaikan. Tahun 2021, sebelum transformasi bisnis gula dilakukan, sebenarnya beberapa pabrik gula kami sudah memiliki kinerja optimum dengan harga pokok produksi sekitar Rp8.000,” ujar Ghani dikutip dari keterangannya, Senin, 15 Januari 2022.
Ghani menyakini, restrukturisasi bisnis gula PTPN akan membawa dampak positif bagi ketahanan pangan Indonesia. Holding Perkebunan Nusantara telah memiliki roadmap bisnis gula yang sejalan dengan target Pemerintah dalam mencapai swasembada gula.
“Mewujudkan kesejahteraan petani tebu rakyat merupakan faktor kunci dalam mewujudkan kemandirian gula konsumsi nasional”, ujar Ghani.
Selama ini sumber pasokan tebu PTPN berasal dari HGU sendiri dan bekerjasama dengan petani Rakyat. Produktivitas tebu petani beberapa tahun belakangan ini masih sangat rendah yaitu di bawah 70 ton tebu per ha yang disebabkan oleh rendahnya kualitas bibit dan teknik budidaya serta pengelolaan lahan yang kurang baik, di mana proses bongkar ratoon bisa melebihi 4 tahun.
Kondisi ini menyebabkan tingginya beban pokok petani tebu rakyat yang pada akhirnya berpengaruh terhadap pendapatan petani tebu. Untuk itulah, pada roadmap gula ke depannya, BUMN melalui PTPN dan BUMN pangan akan mengambil peran dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani.
Peningkatan kesejahteraan petani itu lanjutnya, dilakukan melalui optimalisasi masa tanam, penataan komposisi dan penggunaan varietas unggul baru, perbaikan water management, aplikasi pemupukan tepat waktu dan dosis.
Sehingga produktivitas tebu dapat ditingkatkan di atas 80 ton tebu/ha dan rendemen di atas persen, yang pada akhirnya dapat menekan beban pokok produksi tebu petani dan meningkatkan pendapatan sisa hasil usaha.
Dia menjelaskan, penetapan harga gula sebesar Rp10.500 per kg pada dasarnya dilakukan dalam upaya melindungi petani yang produktivitasnya masih rendah atau sekitar 5 ton GKP per ha. Seiring dengan perbaikan yang terus dilakukan, produktivitas tebu yang terus meningkat, maka harga gula di tingkat nasional dapat diturunkan dengan tetap meningkatkan pendapatan petani.
"Kami yakin dalam kurun waktu 3-4 tahun, produktivitas petani tebu rakyat akan meningkat di atas 7 ton GKP per ha. Di mana, dari hasil simulasi kami, pada tingkat produktivitas 7 ton GKP per ha, maka beban pokok petani turun menjadi Rp 8.300/kg. Dengan demikian, usaha tani tebu rakyat akan kompetitif dengan petani padi,” ujar Ghani.