Belajar dari Krisis Energi Eropa, Arcandra Tahar: RI Perlu Geothermal
- ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
VIVA – Dampak krisis energi di Eropa telah membuat sejumlah harga energi dunia dari fosil kembali terkerek naik. Hal itu, dapat pula berdampak terhadap kebutuhan energi di Indonesia dalam jangka panjang.
Komisaris Utama PGN, Arcandra Tahar menuturkan krisis energi yang terjadi di eropa disebabkan oleh kegagalan energi mix yang diterapkan di negara tersebut, sehingga kembali membutuhkan energi dari fosil.
Menurut dia, jika melihat dari kapasitas energi mix yang dihasilkan di eropa tercatat baru hanya sebesar 14 persen, sementara energi angin dan matahari tak seperti yang diharapkan saat ini.Â
"Makanya ketika ekonomi dunia membaik dan ada optimisme, kebutuhan energi Eropa meningkat. Lalu, PLTU yang dipensiunkan serta gas yang disupply tak seperti diharapkan buat PLTU terpaksa dihidupkan dan net zero terganggu," tegas Arcandra di PGN Energy Economic Outlook 2022, Rabu 12 Januari 2022.
Untuk itu, kata Arcandra, strategi yang tepat bagi Indonesia agar tidak mengalami krisis energi seperti di Eropa adalah memanfaatkan local wisdom energy atau kearifan lokal energi yang dimiliki Indonesia.
Menurut dia, local wisdom tersebut bukan energi matahari yang saat ini ternyata hanya mampu mengcover 18 persen dari kebutuhan energi nasional, tapi adalah geothermal yang mampu hasilkan energi seperti batu bara.
"Geothermal itu bisa menghasilkan energi seperti batu bara dan bisa hasilkan energi sepanjang waktu. Dia tidak bergantung pada Angin dan Matahari serta tidak semua negara memiliki energi panas bumi," tegasnya.
Namun, Arcandra mengakui meski menjadi pilihan tepat, pengembangan Geothermal di Indonesia masih memiliki sejumlah kendala. Yaitu, biaya pengembangan dan pembangunan pembangkit jauh lebih mahal dari batu bara.
"Tapi dari sisi transisi energi, pembangkit geothermal sangat baik dari sisi kebersihan dan supply yang berkelanjutan," ujarnya.