Muncul Usul Harga DMO Batu Bara Dinaikkan, Tarif Listrik Ikut Naik?
- ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
VIVA – Pengusaha batu bara RI harus kehilangan kesempatan untuk menjual batu bara ke luar negeri di saat harga sedang tinggi-tingginya. Hal itu lantaran larangan ekspor batu bara yang diberlakukan oleh Pemerintah lewat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sampai akhir Januari 2022.Â
Kebijakan itu dilakukan untuk menjaga agar pasokan batu bara pembangkit listrik PLN terpenuhi. Jika tidak dilakukan, sekitar 10 juta pelanggan PLN yang listriknya dipasok PLTU, disebut bisa mengalami pemadaman.
Di tengah kondisi tersebut, kalangan pengusaha batu bara pun mengusulkan kepada pemerintah untuk menaikkan harga batu bara untuk kewajiban pasar dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) bagi PLN yang saat ini masih dipatok seharga US$70 per ton. Harga batu bara internasional saat ini diketahui mencapai dua kali lipat harga tersebut.
Pengusaha pun memberi solusi agar setidaknya harga untuk PLNÂ bisa sama dengan harga untuk industri semen dan pupuk yakni sebesar US$90 dolar per metrik ton.
Menilai hal tersebut, Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan berpendapat, sebaiknya tidak perlu dilakukan evaluasi pada harga batu bara US$70 dolar untuk DMO.
"Tidak perlu dilakukan evaluasi. Karena ini nantinya akan terkait dengan biaya pokok produksi daripada PLN itu sendiri," kata Mamit saat dihubungi VIVA, Senin 10 Januari 2022.
Menurutnya, jika dikoreksi, tarif listrik PLN bisa saja naik. "Kalau sampai nanti kita koreksi harga DMO ini, yang terjadi adalah secara otomatis biaya pokok produksi PLN juga akan meningkat," ujarnya.
Selain itu, Mamit memastikan bahwa hal tersebut juga akan berkaitan dengan dana subsidi dari pemerintah yang juga akan bertambah. Apalagi, kalau pemerintah sudah tidak sanggup lagi memberi subsidi, maka yang pasti akan terdampak selanjutnya adalah masyarakat dengan adanya kenaikan tarif dasar listrik.
"Jadi dampaknya bisa terhadap masyarakat dan terhadap APBN kita juga. Ini yang menurut saya sementara ini harga (DMO) US$70 itu tidak perlu dikoreksi. Toh teman-teman pemasok batu bara ini kan sebenarnya tidak rugi walaupun keuntungannya mepet," kata Mamit.
"Lagi pula ini kan hanya 25 persen untuk DMO secara nasional. Sementara yang 75 persennya kan mereka juga masih bisa jual. Saya rasa tidak terlalu memberatkan lah bagi para pengusaha batu bara tersebut," ujarnya.
Diketahui, sebelumnya Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) mengusulkan agar pemerintah menaikkan harga DMO untuk PLN sama dengan untuk industri semen dan pupuk sebesar 90 dolar per ton.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menetapkan harga ini sejak awal November 2021, dan akan berlaku hingga Maret 2022. Sementara harga DMO untuk kelistrikan sebesar US$70 telah berlaku sejak 2018.