BI Anggap Inflasi 2021 Cerminan Permintaan Domestik Belum Kuat
- Dok. VIVA.co.id
VIVA – Bank Indonesia menilai, inflasi pada 2021 belum mencerminkan pembaikan dari sisi permintaan domestik. Akibatnya, meskipun inflasi 2021 naik dibanding 2020, angkanya masih di dalam level yang rendah.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada 2021 sebesar 1,87 persen (yoy), meningkat dibandingkan dengan inflasi IHK 2020 sebesar 1,68 persen (yoy).
"Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada 2021 tetap rendah dan berada di bawah kisaran sasaran 3,0 ± 1 persen," kata Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dikutip dari siaran pers, Selasa, 4 Januari 2022.
Erwin menekankan, inflasi yang rendah pada 2021 tersebut dipengaruhi oleh permintaan domestik yang belum kuat sebagai dampak pandemi COVID-19, pasokan yang memadai, dan sinergi kebijakan otoritas dalam menjaga kestabilan harga.Â
"Ke depan, Bank Indonesia tetap konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, guna menjaga inflasi sesuai kisaran targetnya 3,0 ± 1 persen pada 2022," tuturnya.
Inflasi 2021 yang rendah kata Erwin juga dipengaruhi inflasi inti yang tercatat sebesar 1,56 persen (yoy), sedikit menurun dibandingkan inflasi inti tahun sebelumnya.Â
"Rendahnya inflasi inti terutama dipengaruhi oleh belum kuatnya permintaan domestik seiring dengan kebijakan pembatasan mobilitas yang harus ditempuh untuk mencegah penyebaran COVID-19 di tengah pengaruh tekanan harga global ke domestik yang minimal," tegas dia.
Di sisi lain, kebijakan BI menurutnya tetap konsisten menjaga ekspektasi inflasi terjangkar sesuai sasaran dan stabilitas nilai tukar sesuai dengan fundamentalnya.Â
Inflasi volatile food terkendali sebesar 3,20 persen (yoy), didukung ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi bahan pangan yang tetap terjaga serta sinergi kebijakan BI dan Pemerintah untuk menjaga stabilitas harga.Â
Sementara itu, inflasi administered prices meningkat dari tahun lalu menjadi sebesar 1,79 persen (yoy), sejalan dengan peningkatan mobilitas masyarakat pasca pelonggaran kebijakan pembatasan mobilitas.