Setop Ekspor Batu Bara, DPR: Devisa Hilang US$3 Miliar per Bulan
- ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
VIVA – Kebijakan larangan ekspor batu bara selama Januari 2022, baik pemerintah maupun pelaku usaha memiliki dampak terhadap ekonomi Indonesia. Hal itu disoroti Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah.
Menurut Said, akibat larangan ekspor batu bara tersebut, Indonesia tidak bisa menikmati berkah devisa. Padahal dari ekspor tersebut devisa yang bisa diterima mencapai US$3 miliar per bulannya.
Bahkan, lanjut Said, angka tersebut belum menghitung pendapatan pajak dan bukan pajak yang didapatkan oleh pemerintah. Padahal dari sisi pendapatan negara, penerimaan devisa hasil ekspor dibutuhkan pada 2022 untuk membenahi fiskal akibat terkoreksi beban pembiayaan utang akibat pandemi COVID-19.
Baca juga:Â Kejar Target Produksi Migas 2022, SKK Migas: Perlu Cara Tak Biasa
Selain itu, Said menilai pelarangan ekspor batu bara juga akan menjadi beban bagi para perusahaan perkapalan.
"Menurut hitungan para pelaku perkapalan, perusahaan akan terkena biaya tambahan penambahan waktu pemakaian atau demurrage yang cukup besar yaitu US$20 ribu – US$40 ribu per hari per kapal, yang akan membebani perusahaan-perusahaan pengekspor," kata Said dikutip dari Antara, Selasa 4 Januari 2022.
Said menyampaikan, reputasi dan kehandalan Indonesia sebagai pemasok batu bara dunia pun akan dipertanyakan. Berbagai komitmen pembelian batu bara dari Indonesia akan dipertanyakan dan eksportir batu bara pasti akan kena penalti akibat kebijakan penghentian pengiriman.
"Alih-alih menikmati berkah kenaikan batu bara, mereka malah kena getah penalti dari buyer di luar negeri," ujar Said.
Konsumsi batu bara PT Perusahaan Listrik Negara dan sejumlah produsen listrik swasta disadari memang naik pada 2021, sebab kegiatan sektor riil mulai meningkat seiring dengan stabilnya angka COVID-19 di Tanah Air.
Bila pada 2020 konsumsi batu bara PLN bisa di bawah 100 juta ton, dan pada 2021 meningkat menjadi 115,6 juta ton, PLN memperkirakan kebutuhan batu bara pada 2022 mencapai 119 juta ton.
"Pemerintah perlu memastikan ketersediaan cadangan batu bara nasional melalui sejumlah produsen batu bara besar. Langkah ini penting untuk memastikan kelangsungan suplai listrik nasional," kata Said.
Said berharap agar larangan kebijakan ekspor batu bara tidak berlangsung lama karena dinilai kurang baik bagi iklim usaha. Padahal, Presiden Joko Widodo rela melakukan banyak hal agar iklim usaha tumbuh subur.
"Kebijakan seperti ini kita minta tidak terulang lagi di masa mendatang," kata Said. (Ant)