Kaleidoskop 2021: Polemik UU HPP, Sembako Kena Pajak-NIK Jadi NPWP

Pekerja mengisi wadah beras di Pasar Kosambi, Bandung. (ilustrasi sembako kena PPN)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Khairizal Maris

VIVA – Pemerintah melakukan reformasi sistem perpajakan pada tahun ini secara menyeluruh. Ditandai dengan terbitnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). UU ini resmi disahkan pada 29 Oktober 2021.

DJP Tegaskan Biaya Admin Transaksi Elektronik yang Kena PPN, Begini Penjelasannya

Melalui beleid tersebut, pemerintah merevisi UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Perombakan terhadap UU tersebut pun mulai diperkenalkan kepada publik pada pertengahan tahun ini dan seketika menimbulkan polemik.

Berikut ini rangkuman mengenai proses lahirnya UU tersebut:

Banyak Khawatir Bayar Pakai QRIS Kena PPN 12 Persen, Ini Penjelasan Ditjen Pajak

1. Draf RUU KUP Bocor ke Publik

Sebelum lahirnya UU HPP, masyarakat dihebohkan dengan kemunculan draf RUU KUP yang memicu polemik. Poin-poin penting yang merubah seluruh peraturan perpajakan, baik pajak dan bea cukai terkuak hingga mencuri perhatian masyarakat luas.

Gus Yahya: Masyarakat Perlu Dengar Penjelasan Pemerintah soal PPN 12 Persen

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun menilai, kebocoran draf RUU tersebut ke publik membuat situasi pembahasan menjadi kikuk. Ini karena pemerintah mengusulkan revisi tersebut kepada DPR dengan mengirimkan draf RUU nya supaya dibahas secara matang sebelum sampai ke publik.

Menteri Keuangan Sri Mulyani

Photo :
  • VIVA/Mohammad Yudha Prasetya

2. Sembako, Jasa Kesehatan, Pendidikan Dikenakan Pajak

Dalam draf RUU HPP Bab IV Pasal 4a pemerintah dan DPR sepakat untuk menghapus sejumlah barang dan jasa yang sebelumnya tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Diantaranya barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat atau sembako, jasa pendidikan, layanan kesehatan hingga layanan sosial.

Meski begitu, baik pemerintah maupun DPR telah menjelaskan bahwa pengenaan PPN terhadap bentuk barang dan jasa tersebut unutk menciptakaan keadilan di tengah-tengah masyarakat. Artinya PPN dikenakan bagi sembako hingga layanan kesehatan ataupun pendidikan premium atau yang dikonsumsi orang kaya.

3. Tarif PPN Dinaikkan hingga Munculnya Pajak Karbon

Dalam Bab IV Pasal 7 draf RUU HPP pemerintah dan Komisi XI DPR menyepakati bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dinaikkan dari sebelumnya yang hanya satu tarif 10 persen menjadi multitarif, yaitu tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen

RUU HPP dalam Bab VI memperkenalkan pengenaan Pajak Karbon. Pada Pasal 13 disebutkan bahwa Pajak karbon dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup.

4. NPWP OP hanya jadi NIK dan Semakin Kaya Semakin Tinggi Pajaknya

Pemerintah memutuskan menggunakan skema single identity number pada administrasi perpajakan. Dengan demikian, sesuai Pasal 2 Ayat 1a draf RUU HPP Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi akan dilebur menjadi hanya menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Kartu NPWP

Photo :
  • Rochimawati / VIVA.co.id

Kemudian, dalam Bab III Pasal 17 draft RUU HPP pemerintah menambah layer dan meningkatkan tarif Pajak Penghasilan PPh orang pribadi dalam negeri. Tarif pajak 5 persen bagi yang berpenghasilan Rp 60 juta dari sebelumnya Rp50 juta dan tertinggi tarif pajak 35 persen bagi yang berpenghasilan di atas Rp5 miliar.

5. Muncul Tax Amnesty Jilid II

Pemerintah kembali menggulirkan program pengampunan pajak atau dikenal tax amnesty jilid II melalui RUU HPP. Ini sesuai dengan draf beleid tersebut pada Bab IV tentang Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak.

Aturan main program ini pun dijelaskan panjang lebar dalam RUU tersebut. Program ini juga akan dilaksanakan mulai 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022

6. Pemerintah Semakin Leluasa Menambah atau Mengurangi Barang Kena Cukai.

RUU HPP turut mengatur mengenai penambahan maupun pengurangan barang kena cukai. Dalam Bab VII Pasal 4 draf RUU ini, disebutkan bahwa penambahan atau pengurangan barang kena cukai bisa dilakukan pemerintah hanya dengan disampaikan ke DPR tanpa harus adanya persetujuan.

7. UU HPP Selesai Dibahas dan Disepakati Hanya dalam Hitungan Empat Bulan

Pemerintah dan DPR RI secara mengejutkan telah menyelesaikan dan menyepakati Rancangan Undang-undang (RUU) Perubahan Kelima UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) untuk disahkan di rapat paripurna sebagai Undang-undang.

Sejak dibahas pada Juni 2021, UU ini kemudian disepakati oleh DPR dan pemerintah pada akhir September 2021. RUU KUP pun diperkenalkan dengan perubahan nama menjadi RUU HPP.  Selanjutnya RUU HPP disahkan menjadi UU dalam Rapat Paripurna ke-7 DPR RI pada 7 Oktober 2021 dan diberi nomor serta diundangkan pada 29 Oktober 2021.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Mayarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti

Ditjen Pajak sebut Bayar Pakai Cash atau Qris Sama: Merchant yang Bayar PPN 12%

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti buka suara soal kekhawatiran masyarakat karena pembayaran menggunakan Qris disebut bakal dikenakan PPN 12 persen.

img_title
VIVA.co.id
23 Desember 2024