Utang Pemerintah Naik Lagi, Kini Tembus Rp6.713 Triliun

Gedung Kementerian Keuangan.
Sumber :
  • Arrijal Rachman/VIVAnews.com

VIVA – Kementerian Keuangan dalam APBN Kinerja dan Fakta edisi Desember 2021 melaporkan, total utang Pemerintah mencapai Rp6.713,24 triliun hingga akhir November 2021.

Ini Permintaan Puan ke Pemerintah Jelang Nataru 2025

Posisi utang Pemerintah ini naik tipis sekitar 0,02 persen apabila dibandingkan posisi utang pada akhir Oktober 2021 yang tercatat berada di posisi Rp6.711,52 triliun.

Sementara itu, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) juga mengalami peningkatan menjadi 39,84 persen dari bulan sebelumnya yang tercatat 39,69 persen.

PPN Naik 12%, Ini 3 Solusi untuk Pekerja Hadapi Dampak Kenaikan PPN

Adapun rincian total utang hingga akhir bulan itu berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp5.889,73 triliun. Terdiri dari SBN Domestik Rp4.614,96 triliun dan SBN Valas Rp1.274,77 triliun.

SBN Domestik didominasi oleh penerbitan Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp3.740,22 triliun. Sedangkan SBN Valas juga didominasi oleh SUN dengan nilai sebesar Rp990,52 triliun.

Viral! Ada Sekolah Wajibkan Murid Beli Tempat Makan untuk Program Makan Gratis, Minta Bayaran Rp60 Ribu

Sisanya berasal dari pinjaman yang mencapai Rp823,51 triliun. Terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp12,48 triliun dan pinjaman luar negeri yang sebesar Rp811,03 triliun.

Gedung Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Photo :
  • vivanews/Andry Daud

Kementerian Keuangan memastikan, pengelolaan utang Pemerintah dikelola secara prudent, fleksibel dan oportunistik dalam menghadapi ketidakpastian.

"Yaitu memanfaatkan momentum dan mengambil kesempatan agar mendapat biaya dan risiko yang paling efisien," tulis Kemenkeu dalam laporan tersebut.

Rasio utang sampai akhir 2021 diperkirakan tetap terjaga seiring penurunan outlook defisit karena perbaikan penerimaan negara dan optimalisasi Saldo Anggaran Lebih (SAL).

"Namun demikian, kita menyadari bahwa risiko ketidakpastian masih menjadi sesuatu yang selalu harus diantisipasi," ungkap Kemenkeu.

Risiko tersebut antara lain adalah peningkatan volatilitas pasar keuangan, perlambatan pertumbuhan global, serta potensi inflasi impor.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya