Intip Proyeksi Kinerja Emiten Menara Anak Usaha Telkom pada 2022
- Dokumentasi Mitratel.
VIVA – Anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk, PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel telah melantai di pasar modal pada November lalu. Kinerja sahammnya pun  diperkirakan akan prospektif tahun depan ke depan.Â
Analis BRI Danareksa Sekuritas Niko Margaronis menjelaskan, kinerja emiten menara itu berpotensi tumbuh makin pesat seiring dengan cakupannya yang luas di luar Pulau Jawa, Serta kemitraannya yang erat dengan Telkomsel. Dua faktor itu akan menjadi kekuatan Mitratel untuk mencetak pertumbuhan kinerja yang lebih tinggi.Â
Dia memproyeksikan pendapatan Mitratel tahun ini bisa mencapai Rp6,8 triliun atau tumbuh 10 persen dari tahun 2020. Sedangkan net profit diperkirakan akan melesat  116,4 persen year on year (YoY) ke Rp 1,3 triliun.
"Tahun depan, revenue dan laba bersih perseroan ditaksir akan mencapai Rp7,8 triliun dan Rp1,78 triliun," ungkapnya.
Seperti diketahui Mitratel saat ini tercatat punya lebih dari 28.030 unit menara telekomunikasi. Dengan 42.016 penyewaan yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebanyak 57 persen dari total menara tersebut terletak di luar pulau Jawa.Â
"Mungkin sebelumnya, captive market Mitratel di luar Pulau Jawa hanya Telkomsel karena  10 tahun lalu wilayah ini belum menarik bagi operator lainnya. Tetapi sejak 2018, XL sudah mengumumkan mulai ekspansi ke luar Jawa. Sehingga Mitratel akan semakin menarik karena rasio kolokasinya akan naik ke depan," jelas Niko di Jakarta, Kamis, 23 Desember 2021.
Hingga kuartal III-2021, Danareksa Sekuritas memperkirakan pendapatan Mitratel akan tumbuh sekitar 2-3 persen dibandingkan kuartal sebelumnya. Proyeksi ini didasarkan pada laporan Telkom Group yang mencatatkan peningkatan pendapatan menara dari eksternal sebesar dua digit secara tahunan dan naik sekitar 2 persen dibanding kuartal II.Â
Menurut Niko, pertumbuhan pastinya kemungkinan bisa lebih tinggi karena belum ada data pendapatan Mitratel yang bersumber dari Telkomsel.Â
Perkiraannya, revenue yang didapat dari Telkomsel akan naik lebih besar lagi karena pendapatan dua kompetitor terbesarnya yakni Tower Bersama dan Sarana Nusantara Infrastruktur yang bersumber dari Telkomsel tidak naik signifikan. Sedangkan laba bersihnya diperkirakan bisa tumbuh lebih tinggi yakni sekitar 5 persen.
"Bottomline bisnis menara yang punya levarage rendah pasti kenaikan margin-nya akan lebih tinggi," katanya.
Senada, Mandiri Sekuritas juga memandang prospek pertumbuhan Mitratel sangat menarik mengingat tren konsolidasi di industri menara dan terus bertumbuhnya permintaan atas akses internet.
"Menara telekomunikasi saat ini merupakan  salah satu infrastruktur utama dalam penyediaan akses internet nasional," jelas Kresna Hutabarat, Analis Mandiri Sekuritas, terpisah.
Seiring dengan prospek kinerjanya yang masih prospektif tersebut, Danareksa Sekuritas dan Mandiri Sekuritas memperkirakan prospek harga saham MTEL ke depan akan semakin positif. Harganya saat ini dinilai sangat menarik untuk dibeli karena sudah sangat murah.Â
Niko merekomendasikan beli saham MTEL dengan target harga Rp1.040 yang menyiratkan 14,2x  enterprise value to earning earning before interest tax, depreciation, and amortization (EV/EBITDA).
Menurutnya, valuasi Mitratel saat IPO juga sudah cukup rendah yakni sekitar 11x. Sementara beckmark valuasi emiten menara sekitar 13x EV/EBITDA. Adapun saat ini valuasinya sudah semakin murah.Â
Dia melihat penurunan valuasi itu kemungkinan karena investor masih ragu-ragu karena saham emiten menara memang punya korelasi dengan suku bunga mengingat utang perusahaan sejenis ini cukup besar. Selain itu, investor kemungkinan berpikir Mitratel tidak akan berkembang karena hanya menyewakan menaranya ke Telkomsel.Â
"Padahal rasio leverage Mitratel ini sangat kecil saat ini. Â Utangnya ada sekitar Rp 19 triliun tetapi perusahaan baru dapat dana IPO Rp 18,5 triliun. Jadi rasio utangnya tipis sehingga harusnya dia tidak banyak terpengaruh kalau suku bunga naik," ungkapnya.