Premi Unit Link Terus Tumbuh Meski Terkendala Literasi, Ini Alasannya
- U-Report
VIVA – Kinerja industri asuransi jiwa di Indonesia selama pandemi COVID-10 mengalami peningkatan. Hal itu salah satunya karena masyarakat semakin menyadari bahwa membutuhkan perlindungan lebih saat ini.
Naiknya tingkat kepercayaan masyarakat dibuktikan oleh pertumbuhan premi sebesar 37,8 persen pada kuartal III-2021, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun lalu. Salah satunya adalah produk asuransi unit link.
Data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) pada Semester II-2021 menunjukkan, kontribusi pendapatan premi sebesar 62,5 persen dari produk unit-link industri asuransi jiwa, atau mencapai Rp93,3 triliun. Nilai itu tumbuh 9 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Produk asuransi unit link sendiri yaitu mengombinasikan manfaat proteksi dan investasi menawarkan kemudahan kepada masyarakat untuk tidak perlu memiliki dua produk keuangan. Dengan kebutuhan investasi masyarakat terpenuhi dari satu produk keuangan saja.
Sebagai catatan, dalam 10 tahun terakhir, produk unit link telah tumbuh 10.000 persen. Lebih tinggi dari pertumbuhan asuransi tradisional hanya tumbuh 380 persen.
Meskipun begitu, ada kontroversi yang merebak terkait produk unit-link. Untuk dapat lebih memahami persepsi masyarakat akan unit link, lembaga survei asal Inggris, YouGov, pada Juli 2021 mengadakan jajak pendapat terhadap 2.000 responden di seluruh Indonesia.
Survei yang diadakan secara daring ini menunjukkan 89 persen responden pemilik asuransi unit link memiliki sentimen positif atau netral pada produk ini.
YouGov lebih jauh menjelaskan, bahkan untuk nasabah yang sudah menutup polis, persepsi terhadap produk unit link masih cukup baik, dengan 14 persen sangat positif, 24 persen cukup positif, dan 41 persen netral.
Hanya 21 persen dari responden yang sudah menutup polis memiliki sentimen negatif, terindikasi karena nilai investasi yang tidak sesuai harapan.
AAJI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat in juga terus bekerja sama membuat kerangka peraturan untuk menjamin perlindungan terhadap nasabah dan meningkatkan pelayanan asuransi. Dengan tiga pilar utama yaitu perusahaan asuransi, tenaga pemasar, dan nasabah, selalu menjadi fokus utama.
Pengamat asuransi Kapler Marpaung berpendapat, penyebab produk unit link sering diterpa kontroversi berada pada rendahnya literasi keuangan masyarakat Indonesia.
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan OJK pada 2019 menunjukkan indeks literasi keuangan mencapai 38,03 persen dan indeks inklusi keuangan 76,19 persen. Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan hasil survei OJK pada 2016.
Lebih lanjut menurutnya, kecakapan tenaga pemasar di masa lalu juga turut menjadi salah satu faktor. Saat ini kecakapan tenaga pemasar sudah jauh lebih baik, begitu juga kesadaran masyarakat akan pentingnya membeli produk asuransi melalui tenaga pemasar yang bertanggung jawab dan committed.
"Upaya edukasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan asuransi juga turut diapresiasi. Menggandeng para ahli finansial, edukasi kerap dilakukan di ranah media sosial yang ampuh menarik perhatian masyarakat," ujar Kapler dikutip dari keterangannya, Senin, 13 Desember 2021.
Kapler juga menekankan perlunya dilakukan evaluasi menyeluruh atas kurikulum Pendidikan Tenaga Pemasar Asuransi. Agar ke depan semakin menjadi tenaga-tenaga professional yang benar-benar handal dan profesional.
Merespons hal tersebut, Direktur Hukum, Kepatuhan dan Risiko AIA Rista Qatrini Manurung menegaskan, AIA mewajibkan tenaga pemasar untuk memasarkan produk sesuai kebutuhan nasabah.
"Melalui NeedsLab, platform penjualan yang telah kami rancang untuk memastikan seluruh proses penjualan tenaga pemasar kami sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujar Kapler yang juga Dosen Program MM, FEB Universitas Gadjah Mada itu.
Rista menambahkan, penjualan unit link memiliki banyak kontrol untuk memastikan bahwa nasabah memahami polis yang dibeli. Di antaranya melalui pre dan post closing penjualan, seperti adanya ilustrasi, dan rekaman penjualan (khusus penjualan yang dilakukan secara daring).
"Lalu welcome call, free look period yaitu kurun waktu yang diberikan bagi nasabah untuk mempelajari polisnya, pengiriman ihtisar polis dan mystery shopping," ungkapnya.
Sementara itu, Presiden Direktur AXA Mandiri Handojo G. Kusuma, mengatakan bahwa pihaknya menyadari pemahaman masyarakat terhadap industri asuransi masih menjadi tantangan tersendiri. Karena itu kegiatan untuk meningkatkan literasi tersebut pun dilakukan perusahaan.
“Pandemi tidak menyurutkan semangat kami untuk melakukan literasi. Diharapkan dengan semakin tinggi tingkat literasi asuransi, maka semakin banyak masyarakat yang akan memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan,” ungkapnya.
Luskito Hambali, Chief Marketing and Communications Officer Prudential Indonesia menjelaskan, peningkatan literasi itu pun tidak luput dari peran tenaga pemasar. Sebagai garda terdepan perusahaan dalam mengedukasi masyarakat tentang asuransi.
"Oleh karena itu, kami fokus mengembangkan profesionalisme dan kapabilitas para tenaga pemasar kami yang juga terbanyak di industri melalui berbagai program pelatihan yang mengutamakan kebutuhan nasabah," tegasnya.
“Kami pun aktif mempublikasikan beragam konten literasi asuransi melalui berbagai platform seperti media sosial dan webinar agar semakin banyak masyarakat yang menyadari pentingnya peran asuransi untuk memberikan mereka peace of mind,” tutupnya.