Mandiri Sekuritas: Penerimaan APBN dari UU HPP Capai Rp121 Triliun
- U-Report
VIVA – Penerimaan negara dalam APBN 2022 diperkirakan akan mengalami perbaikan akibat berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).Â
Chief Economist Mandiri Sekuritas Leo Putera Rinaldy mengatakan, UU tersebut berpotensi menambah penerimaan negara hingga Rp121 triliun atau setara 0,7 persen PDB jika betul diterapkan tahun depan.
"Kita menghitung ada potensi additional revenue kurang lebih Rp90 triliun hingga Rp121 triliun untuk 2022," kata dia saat konferensi pers, Selasa, 30 November 2021.
Dengan bertambahnya penerimaan negara tersebut, Leo memastikan defisit APBN 2022 akan semakin menyempit. Sebagai informasi pemerintah menargetkan defisit APBN tahun depan Rp868,02 triliun.
"Jadi menurut kita ini bisa menjadi additional buffer buat pemerintah, misalnya untuk menurunkan budget deficit," tegas Leo.
Di sisi lain, dia melanjutkan pemerintah juga belum memasukkan adanya keberadaan UU HPP ini terhadap target penerimaan negara 2022 yang sebesar Rp1.846,1 triliun, jauh lebih tinggi dari 2021 yang sebesar Rp1.229,6 triliun.
"Yang menariknya potential additional revenue dengan adanya UU HPP ini belum dimasukkan dalam APBN 2022," paparnya.
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan memperkirakan, Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disahkan pada 7 Oktober 2021 akan memberikan dampak positif pada penerimaan perpajakan mulai 2022.Â
Kepala BKF Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, gambaran positif itu dalam jangka pendek akan tergambar jelas dari penerimaan perpajakan yang akan tumbuh cepat diiringi dengan naik tingginya rasio pajak atau tax ratio.
Dia mengatakan, melalui UU HPP ini, pada 2022 penerimaan perpajakan diperkirakan akan mencapai Rp1.649,3 triliun. Jauh lebih tinggi dari outlook perpajakan yang telah ditetapkan dalam APBN 2022 sebesar Rp1.510 triliun.Â
Sementara itu, untuk rasio pajak dipastikan akan melesat ke level 9,22 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2022 jauh lebih tinggi dari perkiraan APBN 2022 di level 8,44 persen dan juga jauh lebih tinggi dari target dalam APBN 2021 sebesar 8,56 persen.
Pada tahun-tahun berikutnya, Febrio mengatakan, rasio perpajakan Indonesia akan bisa tembus di atas 10 persen mulai 2025. Namun, tanpa adanya UU HPP ini, dia mengatakan, rasio perpajakan akan stagnan di level 8,4-8,6 persen PDB.