Pemerintah Pastikan Kecukupan Energi RI di Tengah Transisi ke EBT

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Sumber :
  • ANTARA/HO-Kemenko Perekonomian

VIVA – Pemerintah berkomitmen memastikan kecukupan energi di Indonesia, meskipun tengah mendorong percepatan proses transisi ke energi hijau yang ramah lingkungan atau energi baru dan terbarukan (EBT).

Kepastian ini disampaikan juga di tengah ancaman krisis energi di berbagai belahan dunia akibat rendahnya pasokan dan tingginya permintaan. krisis energi itu diperkirakan membuat tekanan inflasi pada 2022.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, upaya transisi energi dengan memanfaatkan EBT tidak akan membuat pemerintah mengabaikan kecukupan energi dalam negeri.

Baca juga: Menkeu Tak Mau Alasan Produksi Migas Defisit Saat Transisi Energi

"Peningkatan penggunaan EBT, seiring dengan hal tersebut pemerintah memperhatikan kecukupan energi guna mendukung kegiatan perekonomian," tuturnya di IOG 2021, Selasa, 30 November 2021.

Airlangga memastikan, energi minyak dan gas bumi merupakan sumber energi dan bahan baku utama supaya Indonesia mampu mempercepat proses penggunaan EBT. Sebab, kontribusi energi itu masih besar ke ekonomi.

"Dengan demikian Indonesia dapat membuat terobosan dengan percepatan EBT dibandingkan rencana awal namun kita tetap membutuhkan migas sebagai sumber energi dan bahan baku utama," paparnya.

Energi-energi fosil tersebut menurutnya juga masih ada yang menghasilkan emisi rendah. Misalnya, adalah gas bumi yang juga memiliki peran penting dalam dalam proses transisi meninggalkan energi fosil lainnya.

RSI Ungkap Potensi Besar Lahan Sawit RI Jadi Penopang Kemandirian Pangan dan Energi

"Gas sebagai sumber daya energi yang emisinya rendah tentunya mempunyai peran yang dapat ditingkatkan untuk menggantikan energi fosil lainnya," kata Ketua Umum Partai Golkar ini.

Oleh sebab itu, dia menekankan, dalam melaksanakan proses transisi energi yang berkembang di berbagai negara saat ini, perlu persiapan matang yang dilakukan di Indonesia supaya tidak terjebak pada krisis energi.

Akselerasi Transisi Energi, Penerapan ESG Harus Jadi Budaya Industri

"Agar Indonesia dapat terus mendukung pertumbuhan ekonomi dan energinya betul-betul tersedia dengan harga yang bisa terjangkau. Industri hulu migas punya peran penting meningkatkan dan menciptakan multiplier effect untuk industri hilir," tegas Airlangga.

Ilustrasi pemasangan PLTS Atap.

Photo :
  • Dok. Pertamina NRE
Strategi PLN Jadi Pusat Ekosistem Startup Energi Indonesia

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, risiko tekanan inflasi akibat kenaikan harga energi diperkirakan terjadi pada Semester II-2022. Diiringi tekanan akibat tapering The Federal Reserve.

"Ada kemungkinan tekanan inflasi khususnya paruh kedua tahun depan," kata dia di ruang rapat Komisi XI DPR, Senin, 29 November 2021.

Kenaikan harga-harga barang atau tekanan inflasi ini dipastikannya terjadi jika kedua faktor tersebut terjadi serta dapat menekan laju pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang utama dunia lain, khususnya dolar AS.

"Kalau terjadi kenaikan harga energi ataupun kenaikan permintaan yang lebih cepat. Bisa juga risiko nilai tukar karena ada tapering," tegasnya.

Meski demikian, Perry menekankan, seperti yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 asumsi makro untuk inflasi akan tetap berada di kisaran 3 persen.

"Yaitu, berdasarkan kesamaan asumsi makro di dalam APBN 2022 pertumbuhan ekonomi 5,2 persen, inflasi 3 persen dan nilai tukar rupiah rata-rata sepanjang satu tahun Rp14.350," tegas dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya