Kemenaker Tawarkan Upah Berbasis Produktivitas, Ini Respons Buruh

demo buruh tuntut dicabutnya PP Pengupahan
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA – Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI) menanggapi wacana yang baru-baru ini ditawarkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), terkait model pengupahan berbasis produktivitas sebagai syarat bagi terciptanya perekonomian yang produktif.

Ketua Umum FSBPI, Dian Septi Trisnanti menjelaskan, terkait produktivitas dari para tenaga kerja Indonesia, hal tersebut bisa tercermin melalui panjangnya jam kerja dan hasil produksi baik secara kuantitas dan kualitas.

"Kita bisa melihat di sektor garmen, tekstil, dimana buruh memproduksi baju, sepatu kualitas ekspor seperti NIKE, ADIDAS, H&M, GAP dan lain-lain yang (dipakai) dalam kancah piala dunia, olimpiade, dan perhelatan olahraga dunia lainnya. Ini menunjukkan kualitas tenaga kerja Indonesia," kata Dian saat dihubungi VIVA, Senin 29 November 2021.

Pekerja memproduksi sepatu untuk diekspor (foto ilustrasi).

Photo :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Dian mencontohkan, selama ini yang terjadi adalah meskipun dalam per jam buruh garmen bisa memproduksi 100 pieces (pcs) barang atau bahkan lebih, hal itu dilakukan dengan target yang tinggi hingga mereka tidak sempat ke kamar mandi atau ke Pojok ASI. 

Selain itu, menurutnya produktivitas pekerja di suatu negara seharusnya tidak hanya dilihat dari aspek buruh/tenaga kerja saja, melainkan juga dari aspek perkembangan teknologi di Indonesia.

"Misalnya di garmen, mesin jahit yang digunakan tidak modern, sudah aus sehingga sering macet. Perusahaan kerap enggan mengganti mesin," ujarnya.

Lalu di industri sawit, dapat dilihat bahwa Indonesia merupakan produsen sawit yang terbesar di dunia. Realita itu menurutnya jelas menunjukkan betapa tingginya produktivitas tenaga kerja Indonesia. 

Begini Curhat Pedagang dan Karyawan Sritex Usai Diputuskan Pailit

Sebaliknya, lanjut Dian, tenaga kerja Indonesia dan keluarganya justru makin hancur dengan fleksibilitas tenaga kerja yang diterapkan oleh negara. Misalnya seperti upah murah, status kerja kontrak, outsourcing, dan privatisasi aset negara.

"Yang berdampak pada makin mahalnya kebutuhan dasar seperti listrik, air, BBM, kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Dalam hal ini, negara lah yang sebenarnya menghancurkan tenaga kerja Indonesia," ujarnya.

Kisah Sritex Rajai Pasar Tekstil Nasional dan Global hingga Berakhir Pailit

Diketahui, sebelumnya Kementerian Ketenagakerjaan menyatakan bahwa model pengupahan berbasis produktivitas merupakan salah satu syarat bagi terciptanya perekonomian yang produktif. Hal itu dinilai akan memberikan dampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan investasi.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemenaker, Indah Anggoro Putri mengatakan, Sistem pengupahan yang berbasis produktivitas akan memberikan dampak positif bagi peningkatan daya saing dunia usaha karena menumbuhkan spirit, budaya, dan ritme kerja yang profesional di perusahaan. 

Emiten Tekstil hingga Garmen Terbesar Se-Asia Tenggara Divonis Pailit, Sritex Tutup Usia

"Untuk itu, menurut saya pembahasan upah berbasis produktivitas ini sangat strategis," ucap Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemenaker, Indah Anggoro Putri dalam siaran persnya beberapa waktu lalu.

ilustrasi pajak

Menjepit Masyarakat, Kenaikan Tarif PPN Lampaui Pertumbuhan Upah Riil Pekerja

Pemerintah akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari saat ini 11 persen, menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025.

img_title
VIVA.co.id
20 November 2024